Fire in the Hole [1/2]

fireinthehole

“Sometimes you gotta dance with the devil to get out of hell.”

 

Suara sirine dari empat, hingga lima buah mobil kepolisian dengan lambang New York Police Department itu mulai memenuhi pelataran depan 32 East 3rd Street, tepat di depan sebuah apartemen, ketika Zhang Yixing mengontak anak buahnya untuk segera menuju lokasi lewat receiver. Dua, tiga orang lelaki berseragam turun beriringan dari tangga besi yang terlihat reyot dengan seorang tersangka berkaus putih, rambut panjang menjuntai, ditambah memar di seluruh tubuh, serta luka tembak. Satu dari mereka telah mengamankan pistol milik si tersangka yang tergeletak sembarangan begitu peluru Yixing sempat menembus paha kirinya.

Menjadi satu-satunya orang yang hampir kehilangan nyawanya malam itu gegara sindikat jaringan pengedar narkoba asal Brazil ini—untunglah Yixing masih lebih dulu meloloskan tembakannya—Luhan adalah orang pertama yang langsung ambruk begitu sosok si tersangka tumbang di depan matanya. Tiga hari terakhir ia belum mendapatkan tidur yang cukup dan penyergapan darurat ini tidak akan terjadi apabila ia mengambil rute jalan pulang seperti biasanya. Salahkan masalah jam tidurnya yang benar-benar terganggu.

“Tidurlah setelah ini, Lu. You look like a wreck and I’m not kidding.” Yixing berkata sembari menjatuhkan dirinya di sebelah Luhan yang duduk di trotoar, memerhatikan polisi-polisi itu mengamankan keadaan pasca penyergapan pukul dua pagi ini.

Di sebelahnya Luhan menghela napas panjang. “Another two hours sleep, you mean? I need more than that. This Mala Noche[1] thing makes me go insane. Kita benar-benar harus menemukan ketua mereka jika ingin mendapatkan tidur yang cukup setidaknya selama dua hari. Man, berjalan saja rasanya seperti melayang.”

“Dan aku tidak bohong jika mengatakan lingkaran di sekitar matamu itu benar-benar seperti digambar spidol.” Yixing berceletuk sembari melingkarkan tangannya di bahu Luhan. “Cheer up, Lu. There’s always brighter side, okay?

Luhan baru akan membuka mulutnya untuk merespon Yixing ketika sosok tinggi sang supervisor tim mereka, Kris Wu, berdiri dengan gagahnya hingga menghalangi paparan cahaya kekuningan lampu jalanan di hadapan mereka. Yixing mengernyit sesaat, bangkit dari duduknya disusul oleh Luhan dua detik kemudian. Lelaki itu terlihat bisa ambruk sewaktu-waktu.

Nice work, Pals.” Kris berkata pelan, menyodorkan dua buah cup plastik berisi kopi panas yang entah didapatnya dari mana. Dari mesin penjual kopi di dalam apartemen, mungkin? Siapa tahu. “Dan sepertinya kalian tidak bisa melanjutkan tidur di kasur malam ini—berhenti Lu, wajahmu seperti zombie jika melotot begitu, iya aku juga tidak rela—detektif Taylor[2] barusan menghubungiku, mengatakan bahwa kita harus sudah tiba di Boston pagi ini.”

“Kris, are you drunk?

No. Even I wish I am,” desah Kris sembari menyisiri rambutnya. “Kita bertemu kembali di LaGuardia pukul lima, oke? Aku akan menjelaskan pada kalian berdua tugasnya di sana. Dan Yixing, kuharap kau bersedia menemani Luhan pulang ke apartemennya. Ia bisa menggantung dirinya sendiri karena frustrasi.”

“Brengsek. Shut up, Kris.”

Lelaki tinggi itu tersenyum timpang, sembari sudut matanya mengawasi Luhan yang berjalan sempoyongan menuju mobilnya yang terparkir sembarangan, diikuti oleh Yixing yang langsung menerima kunci mobil yang dilemparkan Luhan padanya. “You drive, if you don’t want us to end up in a hospital.

Aye, aye captain!

“Tugas pengawasan dan penjagaan atas seseorang?”

Baik Luhan maupun Yixing sama-sama membiarkan mulutnya terbuka selama beberapa detik saat Kris mulai menjelaskan detil tugas terbaru mereka pagi ini. Jika  lelaki itu tidak segera menyodorkan dua potong kecil kentang goreng ke mulut dua rekannya, kecil kemungkinan Yixing dan Luhan akan mati tersedak lalat.

Yeah. Det. Taylor yang khusus memberikan tugas ini pada kita, entahlah sesuatu seperti orang yang paling dipercaya dari sekian polisi yang bekerja di sana. Posisi kalian akan digantikan sementara oleh orang-orang dari tim Joonmyun di shift malam sampai tugas ini selesai. Dan kasus sindikat jaringan narkoba itu—“

“Mala Noche.” Luhan memotong kalimat Kris, mengoreksinya.

“—whatever, kupercayakan pada Joonmyun selama kita tidak ada di New York. Jadi, setidaknya selama tugas ini berlangsung kita bisa mendapat tidur yang cukup.” Kris menyelesaikan penjelasannya dengan menyesap kopi paginya—yang kali ini tidak perlu diminumnya sembari terburu-buru seperti di hari-hari lain.

Yixing tersenyum lebar, memamerkan lesungan dalam di kedua pipinya. “Well, that’s great news for sure!” komentarnya. Kini ia beralih pada Luhan yang masih memakan hamburger besarnya dalam diam. “And Lu, Mala Noche you said?

Spanish word for Bad Night,” jelasnya, sebelum menelan habis gigitan besarnya yang ketiga. “Hanya ungkapan iseng gegara semalam nyawaku hampir melayang terkena peluru tersangka itu. Oh, lupakan! Pikiranku sedang kacau.”

Kris tersenyum kecil sembari menyeruput kopi paginya yang masih terasa hangat. Ia melempar pandangan ke sekitar ruang tunggu yang semakin dipadati oleh para calon penumpang pesawat. Sebagian dari mereka terlihat membawa-bawa koran serta secangkir plastik kopi atau teh yang masih mengepul, lalu duduk di sudut, dan menyibukkan diri sendiri, sebagian lagi bercengkerama dengan teman seperjalanannya masing-masing.

Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, jadi kebanyakan dari mereka mungkin hanyalah para karyawan atau pebisnis yang harus sampai di Boston dalam hitungan waktu sesingkat mungkin. Itu jika menebak dari gaya berpakaian dan muatan yang dibawa, sih. Sulit menemukan sosok anak-anak pada penerbangan pagi seperti ini—oh, salahkan pekerjaan mereka. Kadang mengawasi seseorang terlalu larut hingga tidak benar-benar sadar.

‘Good morning, Passengers. This is the pre-boarding announcement for flight 2132 leaving for Boston. We are now inviting those passengers with children and any passengers requiring special assistance—‘

Ketika akhirnya suara seorang wanita beraksen selatan yang kental menyeruak masuk lewat pengeras suara yang menggantung di sudut-sudut ruangan, Kris menyudahi acara minum kopinya. Lelaki itu menepuk Yixing yang masih sibuk dengan koran paginya, serta Luhan yang lagi-lagi mencoba untuk mencuri waktu tidur setelah membutuhkan waktu singkat untuk menghabiskan hamburger besarnya tadi. Bagus. Selain mengantuk, ia juga kelaparan.

“Siapa namanya tadi?” Yixing bertanya pada Kris setelah ketiganya bergabung dalam suatu antrian panjang.

Kris menoleh sekilas. “Kim Jongdae, putra satu-satunya Kim Jongwoon. Berikan nama Kim Jongwoon pada sekumpulan pria buncit dengan jas rapi di belakang sana, lima puluh persen kemungkinan, mereka pasti mengenalnya. Dia seorang pebisnis internasional yang sebentar lagi akan melebarkan sayapnya ke daratan Eropa.”

“Kalau begitu, surat-surat teror yang kau jelaskan tadi, yang ditujukan pada Kim Jongdae mungkin ada hubungan dengan para pesaing ayahnya.” Luhan berkomentar dari belakang tubuh Yixing. “Just saying. Kadang-kadang pebisnis-pebisnis itu rela menggunakan cara kotor untuk menggulingkan pesaingnya.”

“Bisa jadi,” respon Kris, mengangkat bahu. Ia menunjukkan boarding pass-nya pada petugas di pintu, disusul Yixing dan Luhan, sebelum akhirnya berjalan di antara penumpang lain menuju gate pesawat. “Det. Taylor tidak memberi tahu kemungkinan siapa pengirim surat-surat itu, dan lagi mana tahu ada peringatan-peringatan lain. Seperti kekerasan fisik, mungkin?”

Yixing membiarkan Luhan mengambil tempat duduk di pinggiran jalan—lelaki itu benci ketinggian dan tempat duduk di pinggir jendela membuatnya kadang berfantasi liar membayangkan bahwa awan-awan itu adalah medusa yang siap melahap pesawat apapun yang melintas—sementara dirinya langsung menjatuhkan diri di kursi sebelahnya. Kris duduk terpisah sendirian, berseberangan, dan langsung tenggelam dalam bahan bacaan yang sempat diraihnya saat memasuki pesawat.

“Setidaknya Minseok memesankan kita tempat duduk di kelas bisnis,” desah Luhan sembari merentangkan kedua tangannya, meregangkan otot, dan merapatkan jaket. “Bangunkan aku begitu sampai, oke?”

Di sebelahnya, Yixing mengangguk singkat. “Yeah, yeah. Have a nice sleep, Little Kid.

Kim Jongdae selalu berpikir bahwa seseorang yang bekerja di kepolisian adalah seseorang yang memiliki badan tegap dan dada membusung, garis wajah tegas yang menggambarkan sifat angkuh dan menyeramkan, serta tubuh atletis hasil dari menangkap penjahat setiap harinya. Oh! Jongdae juga sering menonton sebuah drama polisi di mana salah satu kepala polisinya memiliki kumis baplang. Jadi, sudah terekam dalam kepalanya bahwa semua polisi pasti memiliki kumis.

Pendapat pribadinya ini, yang telah dibangunnya secara sempurna saat menunggu orang-orang yang dijanjikan ayahnya hancur sudah ketika melihat tiga orang lelaki asing dengan setelan rapi berdiri di depan apartemennya ketika ia membuka pintu. Jongdae bahkan masih egois akan pendapatnya, sedikit berpikir bahwa ketiga lelaki itu adalah salesman yang hendak menawarkan produk ini-itu, hingga akhirnya salah satu dari mereka—Jongdae berasumsi bahwa lelaki itu adalah ketuanya—menunjukkan lencana NYPD dari balik saku jasnya.

“Namaku Kris Wu, ini Zhang Yixing, dan yang di sebelah sana Luhan. Kami ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan penjagaan atas  Saudara Kim Jongdae. Benar kau Kim Jongdae?” Lelaki tinggi itu bertanya pada Jongdae setelah memasukkan kembali lencananya.

Ia memerhatikan sosok lelaki tinggi bernama Kris Wu itu dari ujung kaki hingga kepala. Rambut pendek berwarna kecoklatan, tubuh tegap, dan kulit putih bersih. Jongdae mengangkat sebelah alisnya. Bukankah pekerjaan seorang polisi adalah berkeliaran di jalanan sembari menangkap penjahat? Lalu dimana kulit kecoklatan bekas terbakar mataharinya?

Matanya beralih pada sosok kedua, di sebelah Kris Wu. Kalau tidak salah namanya Zhang Yixing, or something like that, semoga ia tidak salah dengar. Tatapan kedua matanya luar biasa ramah, pun dia tidak berhenti tersenyum sejak detik pertama Jongdae membuka pintu. Mungkin orang ini adalah satu dari sekian polisi ramah dan baik hati, dan sepertinya ia mulai menyukainya. Oke. Mereka bisa berteman dekat.

Dan pada sosok yang terakhir, Jongdae bahkan membiarkan mulutnya terbuka begitu saja. Dengan rambut pendek yang sama dengan kedua rekannya, dan berwarna kecoklatan, serta tubuh yang sama tegapnya. Namun, ketika melihat wajahnya yang super mengantuk serta pandangan mata yang kadang seperti merasa hilang, satu kalimat meluncur dari bibirnya tanpa ia sadari.

“Apakah kau laki-laki tulen?”

Oh, Kim Jongdae, selamat. Kau baru saja mengasah pisaumu sendiri untuk bunuh diri.

Dan dengan gerakan singkat, ujung pistol si polisi terakhir kini telah tertuju padanya. “Step back, Guys. Let me shoot that troll head of him.

Whoa, whoa, hang on, Lu.” Yixing adalah orang pertama yang menghentikan tangan Luhan, ketika di hadapannya Jongdae bersiap untuk berlindung di balik pintu. “Kid, remember. You don’t want to mess with him whilst he’s sleepy. Just… don’t wake the monster up within him, okay? You’ll regret it later,” lanjutnya, kini beralih pada Jongdae.

Luhan menyipitkan matanya, membuat suara kecil mengerikan pada pistolnya sembari menatap galak pada Jongdae. “You’ve heard him, Kid.

Dan Kim Jongdae hanya bisa menatap ketiganya sembari menelan bulat-bulat air liurnya. Ia membuka pintu lebih lebar kali ini, memberikan gerakan singkat untuk menyilakan ketiga tamunya masuk. Yah, setidaknya ia tidak perlu tinggal dengan ketiga polisi bertampang galak seperti yang telah dibayangkannya dua hari terakhir ini. Setidaknya mereka masih terlihat keren dan bersahabat—dan tanpa kumis baplang, tentu saja.

“Ini. Surat-surat ini datang ke lokerku sekitar seminggu yang lalu. Awalnya hanya satu, hingga dua surat. Tapi, selang tiga hari setelah itu… man, they’re dropping off my locker like canaries.” Jongdae menyodorkan sekotak penuh kertas-kertas yang terlipat berantakan pada ketiga tamunya yang duduk bersisian di sofa panjang.

Luhan mengangkat sebelah alisnya. “Selain surat-surat ini, apa kau pernah mendapat teror secara fisik? Seperti seseorang menyirammu dengan slushie di koridor, hampir dicelakai dari gedung berlantai lima, atau mungkin hampir mendorongmu saat kereta melintas? Yah, perlakuan-perlakuan macam begitu.”

“Kau terdengar seperti orang pertama yang akan mengangkat baliho ketika aku mati.” Jongdae menyipitkan matanya penuh curiga ke arah Luhan.

“Dan mengangkat gelas tinggi untuk bersulang,” Luhan menambahkan, mengabaikan Yixing yang tersenyum lebar sembari menepuk-nepuk bahunya. Iya. Perang dingin antar dirinya dan Kim Jongdae bahkan masih berlanjut hingga saat ini.

“Baiklah, kalau begitu hal pertama yang mungkin bisa kita lakukan adalah melumuri seluruh ruangan ini dengan kamera pengintai—iya, yang bentuknya kecil, Jongdae, dan berhenti menatapku takjub seperti itu—lalu memasangi alat yang sama padamu ketika kau pergi ke kampus,” tutur Kris sembari bangkit dari sofa, berjalan pelan menuju tiga buah tas besar yang ditemukannya di bagasi belakang sebuah Land Rover setelah mereka mendarat di Logan tadi. Seorang polisi lain bernama Huang Zitao yang memberitahunya bahwa Land Rover itu adalah milik mereka selama bertugas.

Jongdae mengerutkan alis. “Dengar, aku sangat menghargai upaya kalian untuk menyelamatkan hidupku, tapi memasang kamera di setiap sudut ruangan? Hell, aku bukan artis terkenal yang harus dimonitor selama 24 jam.”

“Kecuali kau ingin tiba-tiba lehermu ditebas oleh pedang samurai dari belakang.” Luhan menimpali sembari membuang muka. “Your choice, Sir.” Dan kalimat itu cukup membuat nyali Jongdae ciut seketika.

“Dengar, Kid. Ini tugas yang khusus diberikan oleh ayahmu pada kami. Ayahmu sendiri yang menghubungi Det. Taylor, meminta padanya untuk mengirimkan orang demi menjaga keselamatanmu dan mengungkap siapa dalang di balik surat-surat teror itu.” Kali ini giliran Yixing yang ambil suara. Ia mengekor di belakang Kris yang mulai mengeluarkan barang-barang elektronik dari ketiga tas tadi. “Kami hanya butuh kau untuk bekerja sama. Oke?”

“Apakah itu artinya kau juga akan memasang kameranya di kamar mandiku?” Jongdae bertanya lagi.

Sosok Kris melintas di hadapan Jongdae yang masih berdiri di posisinya. “Jika kubilang seluruh ruangan, maka itu artinya seluruh ruangan secara harfiah.”

Ya, ya, tidak ada hal paling keren selain harus mandi sembari berdoa semoga ketiga polisi yang memiliki tampang kucing namun berjiwa serigala ini tidak mengintipnya lewat kamera pengintai.

Maka, dalam selang waktu dua jam ke depan, ruangan besar yang dipenuhi oleh barang-barang mewah itu dipenuhi oleh suara ketukan palu pada dinding, bor listrik, dan ng… sepertinya itu ulah Yixing yang menyalakan keras-keras lagu ‘Cherry Pie’ milik Warrant, dan Jongdae tidak bisa melakukan apapun kecuali ikut menggoyangkan kepalanya—tentu dia tak ingin berakhir dengan peluru cantik di dahinya, atau kena damprat Luhan lagi karena banyak protes.

Jongdae duduk di konter dapur, memerhatikan sosok Yixing yang tengah berada dua meter dari lantai dengan bantuan tangga lipat yang entah ditemukannya dari mana. Dari lemari penyimpanan di belakang, mungkin, ia tak tahu. Pikirannya kembali pada hari pertama ia mendapatkan surat-surat itu di dalam lokernya. Awalnya hanya berupa peringatan untuk tidak berulah di kampus—ia bahkan bingung meresponnya, ayolah, tidak mengerjakan tugas dosen saja ia tak pernah. Seingatnya ia sudah menjadi murid baik-baik selama dua tahun ini.

Dari sehelai hingga dua helai surat, yang masih terbungkus rapi dalam amplop namun berisi kalimat ancaman, waktu berselang, dan akhir-akhir ini lokernya dipenuhi dengan tulisan orang yang lebih kesetanan pada selembar kertas, tanpa perlu repot-repot melipatnya. Ia bahkan harus menyapu sendiri kertas-kertas itu setiap kali membuka loker.

Sosok Kris melintas tiba-tiba dari arah kamar utama, dengan kedua tangannya yang masing-masing membawa palu dan gulungan kabel-kabel tipis. Ia berhenti di depan pemutar musik di ruang tengah, membungkuk singkat, dan detik berikutnya, petikan gitar listrik Ozzy Osbourne mengisi ruangan—tidak kalah bisingnya dengan lagu pilihan Yixing tadi. Dan ‘Bark at the Moon’ yang sekarang ganti memenuhi ruangan, sekaligus mengiringi Kris yang kembali ke arah kamar utama.

What the heck, Kris!” Yixing protes dari tempatnya, tentu saja dengan suaranya yang teredam, dan tentu ia tak bisa melakukan apapun—kecuali ia rela pinggangnya patah karena menghantam lantai tanpa pengaman.

Iya. Jongdae benar.

Keputusannya untuk mengadu pada ayahnya—yang saat itu tengah berada di Texas untuk mengurus sesuatu—tiga hari setelah surat pertama tiba di lokernya, ternyata tidak sepenuhnya salah. Ia benar-benar tidak mengira bahwa ayahnya akan langsung menghubungi Det. Taylor di kepolisian New York—ia ingat ayahnya mengatakan bahwa detektif itu adalah sahabatnya sejak SMA—dan memintanya mengirimkan orang yang paling dipercayainya untuk tugas pengawasan dan penjagaan.

Dan telepon dari ayahnya sehari setelah pengaduan itu sungguh mampu membuatnya memuntahkan seloyang besar pizza yang menjadi menu makan siangnya hari itu, mengatakan bahwa ia telah menyewa sebuah penthouse mewah di apartemen Devonshire yang elit beserta seluruh isinya, dan juga orang-orang yang akan mengawasinya akan datang sehari kemudian.

What’s with these men?

Jongdae kini menangkap sosok Luhan yang melintas ruangan sembari membawa kotak besar yang terbuka berisi gulungan kabel yang rumit serta beberapa alat ringan di dalamnya. Lelaki itu berhenti di depan pemutar musik yang sama, lalu bangkit dan berjalan menuju arah yang berkebalikan sementara ‘All the Small Things’ milik Blink182 mengiringinya pergi.

“LUHAN, YOU LITTLE RASCAL!”

“Thank you!”

Semenjak perseteruannya dengan Luhan kemarin pagi, duduk bersisian di ruang kelas sembari mendengarkan penjelasan seorang profesor di muka ruangan sama sekali tidak ada dalam daftarnya. Jika Kris tidak memilih sistem voting untuk menentukan siapa orang yang bertugas mengawasi Jongdae selama di kampus, maka mungkin bukan seorang Luhan-yang-kini-tatapan-matanya-garang-sehingga-ia-terlihat-bisa-membunuh-siapapun-dengan-hanya-menatap yang duduk di sebelahnya.

Jongdae sibuk dengan buku catatannya, menyibukkan dirinya sendiri, dan menahan kuat-kuat dirinya untuk tidak sekadar mencuri lihat ke arah Luhan yang sedari tadi menundukkan kepalanya, terfokus pada sesuatu yang mirip PSP di pangkuan. Jongdae sempat mengintipnya, kalau boleh jujur, dan layarnya tidak menampilkan karakter bulatan kuning yang sibuk memakan apapun di hadapannya sementara sibuk melarikan diri dari monster yang mengejar. Layar kecil itu lebih terlihat tengah menampilkan sebuah peta rumit dengan koordinat-koordinat yang tidak ia mengerti.

Curiousity kills the cat, Young Man.” Suara Luhan terdengar pelan dengan nada mengingatkan, begitu Jongdae sekali lagi mencuri lihat. Masa bodoh dengan penjelasan Profesor Auburn di depan kelas. Baru kali ini ia tinggal satu atap dengan para detektif terlatih beserta alat-alat mereka yang luar biasa.

“Kau lebih terlihat seperti agen FBI ketimbang seorang detektif yang bekerja di NYPD.” Jongdae berbisik balik, membuat Luhan mengangkat kepalanya. “Alat-alat itu… woah, selama ini kukira alat-alat yang dipakai James Bond itu bohongan.”

Luhan tersenyum timpang. “Beberapa, ya, memang bohongan. Tapi beberapa lagi memang benar ada. Aku pernah melihatnya ketika suatu kali seorang agen rahasia yang bertugas di luar negeri datang ke ruangan det. Taylor, memintanya untuk membantu penyelidikan seonggok mayat tanpa identitas, yang diyakini adalah anggota Mossad. Katanya sih sedang memata-matai kantor kepresidenan. Entahlah,” lelaki itu mengangkat bahu. “Omong-omong, seharian ini aku belum sekalipun memarahimu, ya?”

Di sebelahnya, Jongdae memajukan bibir. Detektif itu rupanya belum melupakan secara penuh kesalahannya kemarin. “I won’t do that again, I promise,” desahnya sembari mengangkat tangan kanannya, membuat huruf ‘V’ menggunakan jari tengah dan telunjuknya. “Kemarin kan hanya refleks.”

Be a good boy then, Kid.” Adalah kata-kata terakhir Luhan sebelum akhirnya lelaki itu kembali tenggelam dalam aktivitasnya semula.

Satu setengah jam ke depan, selama satu-satunya mata kuliah yang Jongdae miliki di hari ini berjalan amat-sangat-lambat, anak itu menghabiskan waktunya dengan melamun—kadang mencatat seadanya penjelasan sang profesor yang kebetulan terdengar, lainnya, ia hanya sibuk memainkan bolpoin.

Ketika akhirnya ia sadar bahwa Luhan telah lebih dulu berdiri di sampingnya, Jongdae menawarkan diri untuk mengantarnya ke kafetaria. Mana tahu lelaki itu masih lapar karena bangun kesiangan dan hanya sempat memakan sisa remah-remah cheese crackers sisa kudapannya kemarin. Keduanya duduk berhadapan di meja bulat, dan Luhan berniat membunuh waktu dengan setidaknya mengobrol.

“Itu Do Kyungsoo.” Telunjuk Jongdae mengarah pada seorang anak lelaki yang tengah duduk sendirian di sudut lain kafetaria. “Dia teman satu klubku. Klub vokal. He’s quiet, but he sings well. So do I.

Luhan mengangkat sebelah alisnya. “What did you say?

Me. I sing well. Kau belum pernah mendengarnya saja.”

Whatever. Who else?

Penjelasan Jongdae berlanjut lagi, sembari Luhan menghabiskan makan siangnya. Dimulai lagi dari teman klub vokalnya yang lain, Byun Baekhyun, yang selalu berjalan di koridor layaknya seorang diva. Walaupun begitu, semua anak di gedung ini menyukainya, terlepas dari tatapan matanya yang kadang terlalu menilai. “Tapi dia baik!” Jongdae menambahkan dengan segera. “Ia menemaniku pergi ke museum di akhir minggu waktu itu, yeah, walaupun jalan-jalannya tidak berakhir baik, sih.”

Lalu, ia beralih pada Kim Jongin. Bintang penari kampus yang kadang lebih terkenal di antara banyak penari jalanan dibanding teman sekelasnya sendiri. Bukannya ia jarang pergi ke kampus, Jongdae bahkan menyangkal hal itu karena ia selalu menemukan sosok Kim Jongin sebagai murid pertama yang hadir di kelas. Sepagi apapun jadwal kuliahnya. “Aku sempat berpikir ia rela tidur di kampus agar tidak terlambat. Ya Tuhan, sepertinya ia selalu kekurangan tidur. Kau harus berbicara dengannya kapan-kapan. Menurutku ia bahkan bisa tidur sembari berjalan jika ingin.”

Terakhir, Oh Sehun. Jongdae harus menarik napas, lalu mengembuskannya, lalu mengulangi hal yang sama selama tiga kali sebelum akhirnya Luhan merentangkan tangannya menarik kerah baju anak itu.

Do it once again, I’ll let you sleep without an eye. Spill.

“Dia anak baru. Aku benar-benar baru melihatnya dua hari yang lalu. Entah karena ia mengikuti program pertukaran mahasiswa atau apa. Tapi… entahlah. Kurasa aku pernah melihatnya di suatu tempat, tapi lupa di mana,” Jongdae menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. “Hanya mereka yang benar-benar mengambil kelas yang sama denganku. Terkecuali Oh Sehun itu. Mengobrol saja aku tidak pernah.”

“Jad—“

Speak of the devil, Guys. Seseorang membobol pintu apartemen kita. Aku dan Kris akan kembali secepatnya ke sana sekarang. Lu, bawa Jongdae. Pastikan dia dalam pengawasanmu, got it?’

“Kasus ini tidak sesimpel yang kalian kira, kawan-kawan.” Kris berbicara dari ujung meja makan, sementara tangan kanannya memegangi sebuah laptop yang masih dalam keadaan tertutup. Lelaki itu membukanya dalam satu gerakan, menampilkan layar hitam pada mulanya, sebelum berlanjut pada pemutar video setelah Kris mengutak-atiknya beberapa saat. “Aku menaruh kamera lain di dekat loker Jongdae. Dan orang ini yang menaruh kertas-kertas itu berkali-kali, kurasa dua kali sebelum kelas pagi kalian dimulai, dan satu kali terakhir sebelum alat pelacak Yixing berbunyi keras soal pembobolan apartemen ini.”

Yixing mengambil alih. “Pembobolannya halus. Kau ingat saat kita menangkap tersangka di East 3rd Street? Di apartemen itu? Tekniknya sama persis, Lu—“ ia beralih pada Luhan yang duduk bersedekap di kursinya, “dan jika boleh kukatakan, surat teror dan pembobolan ini tidak ada hubungannya sama sekali. Not at all. Surat-surat teror itu hanyalah masalah sepele yang dilakukan teman sekelasmu, lupakanlah. Dan aku juga baru menyadari bahwa semua ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan ayahmu.”

So? What is it all about?” Luhan menyeletuk.

“Mala Noche. Just like what you said. Entah bagaimana sindikat itu kini berhubungan dengan Jongdae,” jawab Kris, menutup laptopnya. Ia kini melipat kedua tangannya di atas meja, di hadapannya. Pandangan lurus tertuju pada sosok mungil Jongdae yang terlihat ciut. “Is there something you didn’t tell us?

Jongdae menunduk, merasakan tatapan ketiga detektif itu seolah menghakiminya. Entah sudah semerah apa wajahnya sekarang. Ia rela memberikan apapun yang ia miliki saat ini asalkan seseorang memberinya jubah gaib milik Harry Potter sekarang juga. Kesepuluh jarinya saling mengait di bawah meja, dan sepertinya bibir bawahnya terasa kelu—ia menggigiti bagian itu berkali-kali demi mengurangi rasa gugupnya.

Dengan decakan pelan, Luhan adalah orang pertama yang mendorong kursinya, serta melangkah pergi, mengabaikan panggilan pelan dari Yixing yang menyuruhnya kembali. Dan kali ini, lelaki berdarah Changsha itu beralih pada Jongdae yang masih bungkam.

“Kami tidak bisa menyelamatkan hidupmu jika kau menolak untuk bercerita, Kid. Tell us, or give us a name. Sindikat ini telah menjadi incaran NYPD, dan tidak menutup kemungkinan kalau FBI akan turun tangan sebentar lagi,” tutur Yixing, berusaha keras bersikap sabar. “What did you see? Pendistribusian? Atau kau pernah tidak sengaja memergoki mereka di suatu tempat?”

No…

Yixing menghela napas. “Kid, kau tidak ingin Luhan mendampratmu lagi, kan?”

Jongdae menggelengkan kepala. “Duduk bersisian dengannya di saat jam kuliah sudah cukup.”

So?

“Baiklah, aku bercerita.” Jongdae akhirnya menegakkan tubuh. “Hari itu akhir minggu seperti biasa. Baekhyun mengajakku pergi ke museum di daerah Fenway-Kenmore. Awalnya hanya berjalan biasa-biasa saja, lalu Baekhyun mengajakku melihat lukisan berjudul The Rape of Europa karta Titan, yang saat itu tengah ditempatkan di suatu tempat terpencil di ruangan. Namun ketika itu, Baekhyun benar-benar penasaran dan aku tidak bisa menghentikannya. Di saat akhirnya ia menemukan tempat lukisan itu berada, sekitar tiga orang pria bertubuh raksasa terlihat sedang memindahkan karung-karung berisi sesuatu ke dalam suatu ruangan yang sangat terpencil…”

“Kau melihat isinya?” Kris bertanya, memotong penjelasan Jongdae.

Anak itu menggeleng. “Kami terjepit. Baekhyun gemetaran di sisiku, dan ketika kami berusaha untuk kabur, salah seorang dari pria itu melihat kami. Tapi untungnya aku dan Baekhyun masih sempat melarikan diri hingga ke pintu keluar.”

Yixing dan Kris saling berpandangan kali ini. Namun, sebelum salah satu dari mereka sempat merespon penuturan Jongdae, suara berisik dari arah kamar tamu menelisik indera pendengaran mereka. Sesuatu yang terbuat dari kaca baru saja pecah berantakan, dan selanjutnya disusul dengan suara pintu kayu yang dibobol paksa.

Kris mengambil pistolnya dari saku belakang, menyuruh Yixing untuk mengamankan Jongdae ketika sosok Luhan yang terengah sembari memegangi lengan kiri bagian atasnya kuat-kuat.

What are you doing?! Get the hell out of here!

Dengan bentakan Luhan, baku tembak yang berasal dari moncong pistol berperedam menghujani ruangan itu tanpa ampun. Yixing menarik ujung sweater Jongdae ketika anak itu masih linglung dengan apa yang tengah terjadi, dan Kris menarik Luhan untuk segera bersembunyi di balik konter, di dapur.

What’s with this sudden alien invasion?—shit, Lu, you get shot?

No time for that, Kris. We need to get out. Ruangan ini telah menjadi sasaran utama para sniper Mala Noche sejak detik pertama pintu apartemen ini dibobol.” Luhan menjelaskan sembari menggigit bibir bawahnya.

“Awasi terus Kim Jongdae. Dia adalah target Mala Noche kali ini.”

 

***

—tobecontinued

[1] Mala Noche: originally taken from csi: miami. drug cartel based in Brazil. (too lazy to think about another gang’s name xD)

[2] Det. Taylor: originally taken from csi: ny. Det. Mac Taylor; head of NYPD crime lab. (no one beats his charisma as a supervisor, hehe)

so there’ll be next part. please do anticipate (beside, this chapter is suck, i know T^T)

26 thoughts on “Fire in the Hole [1/2]

    1. fika I’m back. xD
      anyway, pasti tadi kamu ngemention bilang aku langsung baca chap dua gara-gara kamu ga pede sama yg ini aku agak ragu juga sik
      masa iya sejelek itu sampe kamu ga pede xD
      ternyata.. nggak ada masalah kok ff-nya
      aku suka malah. xD
      let’s back to real deal aja deh

      satu hal yg selalu aku notice dr setiap (hampir semua) ff-mu itu.. kalimat pertamanya dimulai di tengah scene xD
      bikin yg baca harus udah full konsentrasi dan terus konsentrasi biar bisa ngejar plot ceritamu
      awalnya aku ga sadar, dan jujur bikin aku pribadi agak kesusahan ngikutin alur cerita (karena aku susah konsen di awal cerita xD) tapi semakin ke sini kayanya udah semakin terbiasa dan makin enjoy jadi ga ada masalah /malah tsurhat/
      jangan diganti fika, tetep gitu aja biar jadi ciri khas kamu. lagian lucu aja sik, ga banyak penulis lain yang kaya gitu.

      sedikit di sini, “begitu peluru Yixing sempat menembus paha kirinya.” kayanya kata ‘sempat’nya malah ngeganggu sik. sedikit. tapi terserah fika aja deh, bukan perkara yg penting bgt kok. xD

      mmmm.. apa ya. i smell something deh di sini, kamu nggak terlalu enjoy ngerjainnya ya fika?
      nggak keburu-buru gara gara aku sering ngebully mention tab mu kan? /aku bakal ngerasa sangat bersalah banget, MAAF >..<
      semangat terus fika, ditunggu lanjutannya yaaaa /duduk manis sama jongdae/
      semangaaaattttt!!! x))))

      Like

      1. kepotong!!!
        ini versi panjangnya

        fika I’m back. xD
        anyway, pasti tadi kamu ngemention bilang aku langsung baca chap dua gara-gara kamu ga pede sama yg ini aku agak ragu juga sik
        masa iya sejelek itu sampe kamu ga pede xD
        ternyata.. nggak ada masalah kok ff-nya
        aku suka malah. xD
        let’s back to real deal aja deh

        satu hal yg selalu aku notice dr setiap (hampir semua) ff-mu itu.. kalimat pertamanya dimulai di tengah scene xD
        bikin yg baca harus udah full konsentrasi dan terus konsentrasi biar bisa ngejar plot ceritamu
        awalnya aku ga sadar, dan jujur bikin aku pribadi agak kesusahan ngikutin alur cerita (karena aku susah konsen di awal cerita xD) tapi semakin ke sini kayanya udah semakin terbiasa dan makin enjoy jadi ga ada masalah /malah tsurhat/
        jangan diganti fika, tetep gitu aja biar jadi ciri khas kamu. lagian lucu aja sik, ga banyak penulis lain yang kaya gitu.

        sedikit di sini, “begitu peluru Yixing sempat menembus paha kirinya.” kayanya kata ‘sempat’nya malah ngeganggu sik. sedikit. tapi terserah fika aja deh, bukan perkara yg penting bgt kok. xD

        mmmm.. apa ya. i smell something deh di sini, kamu nggak terlalu enjoy ngerjainnya ya fika?
        nggak keburu-buru gara gara aku sering ngebully mention tab mu kan? /aku bakal ngerasa sangat bersalah banget, MAAF >..<
        semangat terus fika, ditunggu lanjutannya yaaaa /duduk manis sama jongdae/
        semangaaaattttt!!! x))))

        Like

  1. jadi… pertama… OMG OMG HOW CAN YOU BE THIS PRODUCTIVEEEEE /ugly sobs/
    jongdae the troll (meski nggak sengaja, sih) vs. luhan the beautiful (?) policeman. kalau gini terus bisa-bisa bukan yang neror yang ngebunuh jongdae, tapi luhan :))
    ngakak di ‘tampang kucing jiwa serigala’. hell, except kris, maybe, kim jongdae. that dude’s face is fierce enough as wolf. :B
    ………rebutan music player, oke… men with mental age of 5 y.o. kids, they are.
    BAEK THE DIVA HUAHAHAHAHAHAHAHAHA YA AMPUN XD /rolls around/ and ugh, ‘i sing well’, such a self-praise, jongdae._.
    jadi… pertamanya tak kira ini ada hubungannya sama yang kemarin, ternyata nggak ._. dan um um jadi penasaran, baek ikut ditarget juga nggak yaaa… i’m so going to wait for the next part~ /duduk kalem/

    Like

    1. i have to xD kalo udah mulai kuliah lagi boro-boro nulis hahaha. makanya ini di puas-puasin hahaha..
      iya. kris itu serigala sejati, udah fix. enough said xD

      iya ga ada hubungannya hahaha. ini aja mereka kan pindah tempat kerja ke ny. yang kemaren tiga-tiganya udah jadi angel ceritanya udah tenang di alam sana xD
      siip. makasiii. ditunggu yaaw hehe.

      Like

  2. …wait, aku jadi bayangin luhan punya kumis baplang… that way, he’ll be manly, sorta. *abaikan
    KYAAAAA! i just wanna scream. this is cool. you are cool. enough said.
    oh ya, suka perangnya luhan-jongdae~
    /sits down and waits for the 2/2 like a nice kid/

    Like

  3. astaga gedek ini aku sama wordpress hobi banget motongin komen orang sembarangan.
    bentar aku post ulang, moga ga ke-cut lg. >w..<
    semangat terus fika, ditunggu lanjutannya yaaaa /duduk manis sama jongdae/
    semangaaaattttt!!! x))))

    Like

    1. astaga masih kepotong lg dong. UDAH AKU CUT MANUAL AJA YA /nangis/

      fika I’m back. xD
      anyway, pasti tadi kamu ngemention bilang aku langsung baca chap dua gara-gara kamu ga pede sama yg ini aku agak ragu juga sik
      masa iya sejelek itu sampe kamu ga pede xD
      ternyata.. nggak ada masalah kok ff-nya
      aku suka malah. xD
      let’s back to real deal aja deh

      satu hal yg selalu aku notice dr setiap (hampir semua) ff-mu itu.. kalimat pertamanya dimulai di tengah scene xD
      bikin yg baca harus udah full konsentrasi dan terus konsentrasi biar bisa ngejar plot ceritamu
      awalnya aku ga sadar, dan jujur bikin aku pribadi agak kesusahan ngikutin alur cerita (karena aku susah konsen di awal cerita xD) tapi semakin ke sini kayanya udah semakin terbiasa dan makin enjoy jadi ga ada masalah /malah tsurhat/
      jangan diganti fika, tetep gitu aja biar jadi ciri khas kamu. lagian lucu aja sik, ga banyak penulis lain yang kaya gitu.

      sedikit di sini, “begitu peluru Yixing sempat menembus paha kirinya.” kayanya kata ‘sempat’nya malah ngeganggu sik. sedikit. tapi terserah fika aja deh, bukan perkara yg penting bgt kok. xD

      Like

      1. – serius kak aku nulis ini ga enjoy banget.. sempet kemaren pas lagi stak-staknya pengen aku hapus lagi bikin yang baru huhu T^T tapi kalo bikin baru aku bingung lagi mulai darimana, sedangkan endingnya itu udah mantep banget di kepala >< aku nge-beta pagi-pagi habis sahur dan belum tidur juga dari siangnya hahaha. xD

        Like

      2. i see xD kalimatmu di sini nggak pake basa basi, lugas banget semua
        sebenernya nggak buruk kok, really. masih di atas rata rata sih.
        cuma aku udah biasa baca tulisanmu, dan di sini aku agak kehilangan style kamu yg biasanya aja xD
        makanya langsung tau kalo kamu nulis ini pas lg badmood/rush/ga enjoy xD

        part duanya pelan-pelan aja, biar kamu puas sama hasilnya
        jiayou! ^^

        Like

    2. mmmm.. apa ya. i smell something deh di sini, kamu nggak terlalu enjoy ngerjainnya ya fika?
      nggak keburu-buru gara gara aku sering ngebully mention tab mu kan? /aku bakal ngerasa sangat bersalah banget, MAAF >.</
      soalnya di beberapa kalimat kaya agak kekurangan sense kamunya terutama di kalimat-kalimat deskriptif
      biasanya kamu pake kalimat yg panjang bgt dan strukturnya unik, ini kok agak lain ya?
      aku nggak bilang jelek sik, cuma aku lebih suka tulisanmu yg biasanya. full of sarcasm, satire and crack.
      di dialognya masih khas kamu sih, dan di beberapa bagian dialog casts-nya aku suka malah, kamu lebih variatif
      tapi ya itu tadi, di kalimat non dialog tulisanmu kaya sedikit keburu-buru/nggak nyaman

      oh, terus lompat scene-nya dari scene satu ke dua, sama dari dua ke tiga mmmm.. nggak tau kaya ada yg bikin nggak sreg dikit
      aku juga nggak tau apa, yg mungkin sedikit terburu-buru lagi
      /sebenernya aku nulis ini sambil ngerasa bersalah juga, iya nih pasti gara-gara aku ga habis ngedesak kamu buat buruan dipost ;-;/
      terus ini.. "Jika lelaki itu tidak segera menyodorkan dua potong kecil kentang goreng ke mulut dua rekannya, kecil kemungkinan Yixing dan Luhan akan mati tersedak lalat."
      kecil kemungkinan atau besar kemungkinan? CMIIW. xD

      lepas dari itu semua, aku suka sama cerita ini. lebih complex dari seri blurred mind, PLUS ada jongdae HAHAHAHA xD
      karakter wufan lebih tenang di sini dibanding blurred mind, karakter yixing dan luhan relatif sama tapi ada sekilas yg berbeda
      si yixing yg di blurred mind kalo diteliti emang kelihatan sih kalo dia punya trauma di masa kecilnya (yg artinya kamu sukses masukin emosi si yixing lewat tulisanmu) xD
      yixing di sana agak agak penakut gimana gitu aku nangkepnya, sementara di sini dia lebih independent dan berani
      terus luhan, mmm.. masih little lu yg unpredictable sih, tapi pas udah ketemu jongdae AH!
      aku ketawa ngakak banget jam enam pagi tadi xD
      dia jadi lebih galak dari kris xD

      jongdae is a forever happy kid yah, dan aku suka bayangan polosnya tentang polisi
      dan aaahhhhh… kamu juga slightly masukin yixing-jongdae brother love I can't be more happy. xD
      "Jongdae juga sering menonton sebuah drama polisi di mana salah satu kepala polisinya memiliki kumis baplang. Jadi, sudah terekam dalam kepalanya bahwa semua polisi pasti memiliki kumis." pas baca kalimat itu, aku mikirnya INI JONGDAE NONTON POLISI INDIA DI MANA SIH? XD HAHAHAHA

      Like

      1. nooo.. bukan masalah ka putri yang nge-bully tab mention aku kook.. i’m not in a stable mood while writing this hahaha, dan salah satunya mungkin gara-gara sebel sendiri sampe sekarang stylist noona ngga biarin luhan kepeleset madu biar rambutnya honey brown lagi T^T sip. dan gara-gara moody nulis kalimat deskriptifnya acak-acakan waaaa mau banting meja ;A;

        waks. iya harusnya ‘kemungkinan besar’ biar lebih nyambung my baaaad.

        KARAKTER! aaakkkk.. wufan aku ngga masalah ngebentuk karakter dia di genre cerita manapun. yixing sama luhan iniiii. kalo bikin scene yang cuma ada mereka berdua sih aku ga kesulitan huhu. tapi kalo udah masuk satu, dua orang lagi sumpah itu susahnya ga ketulungan.. makanya aku sengajain disini yixing kubikin agak mature, lebih sabar, dll. dan luhan yang bitchy ke jongdae haha. biar karakter mereka ngga nge-blur jadi satu maksudnya xD

        HAHAHA. JONGDAE FOREVER FANS-NYA INSPEKTUR VIJAY xD

        Like

      2. but I love Luhan here, really
        mmm.. secara general character si Luhan yg aku tangkep itu nggak ketebak dan agak introvert xD
        entahlah xD gatau kamu bangun dia seperti itu atau enggak
        tp yes aku emang nangkep Lu agak tertutup di sini which is goddamn cool

        as for yixing, iya dia mature xD dan oh gosh, dia bener-bener penyeimbang yg pas buat wufan sama luhan
        justru karakter wufan agak kurang terekspos di sini
        dia lebih dewasa dr yixing ya? dan lebih tenang aja kestabilan emosinya xD

        entah aku yg soktau atau gimana nulis kaya gini yg jelas aku nulis sambil sleep deprived jadi maklumin aja ya fika xD

        karakter jongdae pas banget, aku suka
        eh enggak aku cinta jongdae. nanti kalo dia jadi mati aku temenenin luhan angkat baliho. xD

        Like

    3. “sedikit berpikir bahwa ketiga lelaki itu adalah salesman yang hendak menawarkan produk ini-itu” — untung cuma mikir doang, kalo sampe jongdae keceplosan itu pelurunya luhan udah nempel di kepalanya dek jongdaeeeee! xD

      ““Apakah kau laki-laki tulen?”” — I’m literally laughing so hard at six in the morning. terus jawabannya Luhan juga epic banget!
      INI nih alasannya aku favoritin tulisan yg ini, lebih karya warna deh fik beneran
      crack-nya dapet. satire sarcasm yg biasanya khas kamu juga masih ada
      terutama buat unsur crack-nya itu menurutku penting bgt buat genre cerita kaya gini biar pembaca nggak bosen dan ngerutin alis terus /bikin cepet keriputan dan kalah muda dr luhan juga xD/
      jadinya seger dan lebih enteng dan bikin betah nyelesain sampe habis xD
      suka fik beneran, keep the good work ya. you did well. ^^

      ““Kid, remember. You don’t want to mess with him whilst he’s sleepy. Just… don’t wake the monster up within him, okay? You’ll regret it later,”” — JUJUR agak dejavu dikit sama jongdae vs yixing vs luhan yg aku bangun. there’s something wrog with jongdae for sure, he has such a tendency to disturb luhan and whooaaaa I love you kim jongdaeeee! xD

      ““Kau terdengar seperti orang pertama yang akan mengangkat baliho ketika aku mati.” Jongdae menyipitkan matanya penuh curiga ke arah Luhan.

      “Dan mengangkat gelas tinggi untuk bersulang,” Luhan menambahkan,” — AKU SENENG KAMU BELUM NYELESAIN PERANG DUNIA KETIGA INI CUMA SAMPE DEPAN PINTU HAHAHA
      malah sampe kampuspun dan balik lagi juga masih lanjut xD
      kalimat barusan, dua jempol dan segelas champagne dari aku! xD

      TERUS YANG BAGIAN GOLDEN TRIO REBUTAN PEMUTAR MUSIK ITU APAAAN YA TUHAAAANNN
      ANAK ANAK KECIL NIH REBUTAN MAINAN. cuma bedanya ini tiga anak kecil ini udah bisa ngatain satu sama lain. dan luhan yg menang? mending gitu kali ya daripada apartemen jongdae rata tanah xD

      dan Luhan ya, ya ampun dia galak banget sama Jongdae
      aku jadi Jongdae mungkin udah gantung diri bukan diteror mafia atau apalah tp dibully Luhan
      aaaakkk, tapi aku cinta karakter dia di sini xD

      aaaakkk, afterall dari segi cerita aku suka banget sama yg ini
      sampe kebawa tidur eh plot-nya xD
      aku nggak akan ragu deh kalo kamu mengeksekusi genre seperti ini, this is really your field xD
      dan masalah crack tadi, pertahankan fika. as I said, itu bener-bener refreshment loh di tengah cerita xD
      sarcasm and satire-nya dont you dare to drop it loh ya. xD
      cuma ya itu tadi ada beberapa tempat yg kelihatan km kurang enjoy nulis dan agak buru-buru
      relax aja ya fika kedepannya, gausah peduliin aku yg /GA SABAR BGT PENGEN BACA PART 2 OH GOSH/ xD

      dan masalah karakter tokohnya, susah sih bikin karakter yg konstan terus dan sama di tiap chapter, so perhaps.. be careful, okay? :))
      character mereka di sini udah rapi bgt, jadi mungkin agak beban juga di part duanya

      anyway, itu tadi cuma apa yg aku liat sbg pembaca loh ya
      Demi Tuhan ga ada maksud ngejelekin when in fact I love this story so so much
      lagian bulan puasa ini kok xD
      masukan aja ya fika, buat sama sama sharing
      kalo tersinggung aku minta maaf bgt, we’ll discuss abt that in private on twitter, perhaps? :))

      lebih gampang komentar daripada ngelakuin tp yes aku ga akan ngabisin sejam nulis komen surat ini kalo aku ga concern sama tulisanmu. because I loveeee you and your writing skills, that’s why I wrote so long.

      ah, udah panjang bgt xD maaf ya >.<
      semangat terus fika, ditunggu lanjutannya yaaaa /duduk manis sama jongdae/
      semangaaaattttt!!! x))))

      Like

      1. ITU! iya aku buka lagi ff ka putri yang yixing-luhan vs jongdae.. hahaha. gila pas buka itu pokoknya lagi galau banget antara lanjut sama ngulang. ya allah cobaan bener deh nulis part ini demi apapun..

        because luhan will be forever bitchy towards jongdae xD hahaha.
        iya itu yah, namanya norak ga pernah dengerin lagu kenceng-kenceng hahaha..
        aaakkk overall makasi banget komennya ka putriiii huhu… sampe mau nangis bacanyaaa… satu pelajaran disini: jangan nge-beta kalo dari siangnya belom tidur hahaha… banyak banget yang miss hahaha…

        i’ll work hard! thanks a looooottt >.<

        Like

      2. masa iya sampe cobaan? eh tapi serius hasilnya ga semengecewakan itu kok
        bagus malah beneran x))

        tapi jadi ngebayangin si luhan itu anggun ala ala kucing persia tp siap jadi wolf kalo jongdae deketin dia, hahahaha xD /apa ini/
        dan di bayanganku si jongdae udah tau luhan galak masih aja diusilin melulu sampe luhannya ngamuk xD

        iya sama-sama fika, yg jelas jangan berhenti menulis yaa tulisan kamu terlalu bagus buat nggak dituangin jadi karya x))
        semangat, semoga part duanya digampangin lagi deh buat fika. x))

        Like

  4. Golden trio…keren sekali sih kalian bertiga ini…kenapa bisa nyasar di EXO say?? Kenapa gak gabung ke NYPD aja langsung XD /sarap/
    hoaaaah….jongdae kali ini jadi korban yah,oke pensiun dulu dia di kepolisian,sekali2 jadi korban itu seru kan walaupun diteror mulu…
    Kasihan sekali luhan yg kayaknya stres berat itu, tapi aku suka deh sama dia yg ga nyante XD
    kak bisa aja buat karakter lu bikin klepek2! Yixing jg oke sih yg paling kalem,paling nyante,dan paling dewasa…tapi aku lebih suka yg bad boy macam lu ini…dia nodongin pistol ke kim jongdae masa…ini kan tugasnya ngelindungi pangeran troll itu,tapi kok kesannya malah berbahaya sekali nyerahin jongdae ke tangan lulu XD
    dan kris…dia jg favoritku setelah luhan,walaupun nyante jg,tapi kalo udah marah ganasnya bakal melebih keganasan lulu…
    2 orang ini kalo dibandingi sama yixing itu berasa membandingi perbedaan surga sama neraka…yixing gak tegaan abisnya XD
    jadi…baekhyun jg diteror gak sama mala noche itu? Kan mereka berdua yg mergokin tuh para mafia…huaaah…bapaknya baek udah pesen polisi jg kan?? /plakk/
    noooo~
    lulu kena tembak yaampun! Aih sudah lah,langsung capcus aja deh Y.Y

    Like

  5. ini adalah kali ketiga aku baca epep ini. dan gak pernah bosan. gak akan bosan. golden trio feat troll! umagah umagah umagah!

    luhan-aaaa, ups, luhan-ssi! jangan galak gitu dong ama bang ojong…. kesian atuh dia tuh anak baek-baek. tapi bener tuh katanya si jongdae, kamu ngomong aja sama jongin, siapa tahu bisa belajar caranya tidur sambil jalan! iya kan? jadi ya semacam multitasking gitu! sekalian nyolong waktu tidur. hahahaha….

    kumis baplang! XD yaampun jongdae mah! terus kumisnya diusep-usep diplintirin gitu?

    entah kenapa ya, rasanya sreg banget kalo misalnya aslinya mereka emang kayak begini. lol #abaikan

    Like

  6. Sorry, pertama saya bingung mesti komen apa. kedua, komenan saya juga kayaknya gak bakal begitu penting, dan yang ketiga kalau gak komen saya merasa bersalah walaupun komen saya gak penting ^^

    ini sempurna. saya gak tahu mesti ngasih komenan apa. benar-benar nge-hank cuma buat ngasih komen. saya suka ketiga tokohnya dan Jongdae? ah, kau membuat semuanya tambah ambigu. haha
    saya baca ini sampai histeris-histeris tak jelas, sorry ^__^’

    It’s nice story, really :D

    Like

  7. OMG..kris luhan sama lay jadi police??.wow rasanya sesuatu banget.Keren aja ada polisi yang ganteng kaya mereka.Pastinya aku juga bakalan kaget kaya jongdae.
    Aku suka karakter luhan di sini,dia keliatan galak tapi manis aja.
    Yixing mah emang dasarnya udah baik hati.Dan kris kayanya cocok banget jadi leader.

    Like

  8. Keren banget Kak. Ini fict kakak yang ketiga yang udah aku baca, Dan semua keren. Dari dulu tuh aku nyari yang bahasa ngga ada yang genre nya kayak gini. Eh ternyata disini surganya.

    Like

Leave a comment