Fire in the Hole [2/2]

fireinthehole

“There’s one special package for your own fortune. You’ll have a package of baby deer and baby unicorn. Free charge 50% if you add one baby dragon. All free charge with one baby troll in it.”

.

Percayalah. Melarikan diri dari kejaran sniper terlatih dengan senjata berperedam di tangan mereka bukan masalah mudah, apalagi jika kau berada di lantai paling atas sebuah gedung bertingkat, terkena tembakan di lengan atas, dan membawa serta seorang anak remaja yang masih polos akan kejadian yang kali ini tengah menimpanya. Pelarianmu yang panjang akan diisi dengan rengekan, pertanyaan-pertanyaan tak berbobot, atau yang paling sial adalah kalimat dengan nada putus asa, mengatakan bahwa ia lebih memilih mati terinjak gajah daripada harus menuruni ratusan anak tangga darurat yang kini menjadi satu-satunya media pelarian paling memungkinkan.

Menapak pada anak tangga terakhir, Kris refleks merentangkan tangan kanannya, meraih tubuh Luhan yang sebentar lagi akan memeluk lantai dengan pose paling tidak etis. Memang hanya satu buah peluru yang menembus ke dalam lengannya, tapi coba gabungkan hal-hal seperti tertembak, turun dari sebuah gedung bertingkat 25 secara manual, dan seorang remaja laki-laki yang tidak hentinya mengucapkan kalimat seperti; ‘Ya Tuhan, kita akan mati sebentar lagi. Mereka akan meledakkan kepala kita. Ya Tuhan, bahkan aku belum pernah punya pacar dan berciuman. Astaga. Astaga…’

Bicara tentang melarikan diri dari sekumpulan sniper, jika baku-tembak yang menyerangmu berhenti tiba-tiba, maka jangan percaya pada adegan di film, di mana si pemain utama sekonyong-konyong menghentikan langkah, bertumpu pada lutut, dan menarik napas lega karena akhirnya berhasil kabur. Tidak, tidak, itu pembodohan namanya. Karena, saat Jongdae akhirnya berhasil melepaskan diri dari cekalan Yixing yang memeganginya, sebuah peluru yang membelot melewati sisi kiri telinganya, menimbulkan rasa panas seketika hingga anak itu harus berteriak melengking di tengah-tengah area parkir yang sepi.

For God’s sake!

Dan untungnya, lolosan peluru dari Beretta milik Kris berhasil menjatuhkan siapapun pemilik pistol yang menembakkan peluru tersasarnya tadi.

Alarm mobil terdengar di kejauhan, dan Kris masih membawa Luhan yang hampir kehilangan setengah kesadarannya. “It’s about time, Lu. Stay with me, okay?” Lelaki itu membisikkan kata yang sama berkali-kali, mengabaikan fakta bahwa Luhan hanya bisa meresponnya dengan anggukan singkat tak berarti. Lukanya mungkin bertambah parah—cairan merah itu tidak hanya mengotori kemeja Luhan, bahkan Kris baru sadar dua menit yang lalu bajunya kini terlihat seperti seorang pembunuh bayaran.

Yixing melempar Jongdae yang masih merapalkan serentetan kalimat entah apa ke kursi belakang, sebelum dirinya sendiri duduk di samping kursi pengemudi. Matanya melebar saat sosok Kris—dengan bajunya yang berlumuran darah Luhan—duduk di sebelahnya dan mulai menyalakan mesin mobil, setelah memapah Luhan duduk di kursi belakang bersama Jongdae. Lelaki itu membuka lemari kecil di bawah dasbor mobil, menunjuk satu dari tiga Beretta pada Yixing.

Pick one. Let’s do this James Bond thing,” tuturnya pelan, sebelum akhirnya melajukan Land Rover gagah itu keluar dari barisan parkir dengan bunyi decitan nyaring.

Rentetan tembakan tanpa henti mengiringi, sepanjang Kris menyetir mobilnya, mencoba untuk menemukan jalan keluar di antara ratusan mobil mewah yang terparkir di tempat yang sama. Dinding yang berlubang akibat peluru yang meleset, decitan nyaring antara ban dan lantai licin aspal, serta deru mesin yang memekakkan telinga menambah hebohnya huru-hara malam itu.

I don’t want to distract you, Kris, but I think there are two or three vipers trailing after us. I can’t really count.” Yixing berkata pelan, berkali-kali mengawasi kaca spion.

Di sebelahnya, Kris masih tidak berniat untuk mengalihkan pandangan dari jalanan di hadapannya. “Zhang Yixing, I didn’t ask you to pick that damn Beretta for nothing.

Dan dengan jawaban pendek Kris tadi, Yixing mengangguk pelan, masih dengan pandangan matanya yang jenaka. “Of course, of course. Sorry, my bad,” ia menenangkan dirinya sebentar, menarik napas, dan detik berikutnya ia berbalik, menumpukan kedua lututnya pada jok mobil mengarahkan ujung pistolnya pada kawanan pengendara sepeda motor yang seperti kesetanan. “Fire in the hole!

Ketika akhirnya langit malam Boston menyambut mereka keluar dari area gedung parkir apartemen, Yixing berhasil menjatuhkan pengendara motor terakhir, membuat pria malang dengan tato yang terekspos di kedua tangannya itu berguling acak, menabrak pembatas jalan, dan mengakibatkan sekumpulan gadis remaja di sekitar sana memekik ngeri. Lelaki itu sontak menoleh ke kursi belakang—karena hingga saat ini Jongdae masih belum juga terlihat tenang di tempatnya.

“Ya Tuhan… Ya Tuhan… darahnya banyak sekali. Apakah dia akan baik-baik saja? Astaga, astaga, dia bisa mati kehabisan darah…” Jongdae merapal berkali-kali, entah harus memosisikan duduknya seperti apa dengan keadaan Luhan yang masih duduk bersandar memegangi lengan atasnya.

I’ll be alright as long as you keep that mouth of yours remains silent, got it?

Jongdae semakin menatap horor sosok Luhan saat ini. Bukan karena lelaki itu baru saja bersikap galak padanya dengan menyuruhnya diam—yang bagian itu sih, Jongdae sudah kebal—melainkan dengan wajah sang detektif yang menurutnya kini hampir memucat. Iya. Melihat wajah lelaki itu memucat, dan rasanya ia ingin lompat keluar mobil sekarang juga, dengan Kris yang menyetir secara ugal-ugalan. Such a good way to commit suicide, Kim Jongdae.

We need to get him to a hospital! Quick!” Jongdae berteriak lagi.

Somebody please hand me a bottle of chloroform. I need to stop this cute-little-kid from killing me softly.”

For God’s sake, you’re shot, damn it!

There! I’ll be thankful if you’d be a good boy from now, sit peacefully, and stop babbling, alright?!

Jongdae memajukan bibirnya.

Berbicara dengan Luhan dalam keadaan normal saja ia selalu gagal, apalagi dalam keadaan Luhan-yang-super-galak-karena-tengah-meregang-nyawa seperti ini. Sesungguhnya Jongdae hanya mengkhawatirkan lelaki itu, melihatnya dengan kemeja yang tidak lagi berwarna putih, namun dengan corak merah gelap di beberapa sisi. Dan lagi ia ngeri setiap melihat Luhan dengan wajah dan bibirnya yang hampir tak berwarna semakin menit berjalan.

Kris membelok tajam di tikungan pertama Washington Street, membuat Jongdae yang tidak duduk dengan benar sedikit oleng karenanya. Anak itu menyembul di antara jarak yang memisahkan tempat duduk Kris dan Yixing, bertingkah sok rahasia padahal Luhan tengah menatapnya tajam sembari mencuri dengar.

“Demi Tuhan, aku pernah mengambil kelas Biologi dan Kesehatan waktu SMA dulu, dan dalam kasus seperti ini, ia bisa terkena infeksi jika dalam waktu lima belas menit pelurunya tidak dikeluarkan,” anak itu berkata dengan suara memohon.

Kris menghela napas di balik kemudi. Matanya menangkap sosok Luhan yang gemetar di tempatnya lewat kaca spion tengah, dan ia juga sempat menangkap pandangan mata Yixing lewat sudut matanya. Sahabatnya tengah meregang nyawa, namun ada juga satu nyawa yang harus mereka lindungi saat ini, dan hal itu akan memengaruhi segalanya.

Lelaki itu membelokkan mobilnya lagi menyusuri Court Street, melewati Ames Hotel dan Boston Public School, menimbang sesuatu dalam kepalanya, sementara Jongdae tak henti-hentinya mengeluarkan kalimat persuasif di dekatnya. Bahkan Yixing sudah malas mendengar, dan memilih mengawasi Luhan dari sudut matanya.

“Yixing, kau pernah mengikuti pelatihan medik kan sewaktu masih di sekolah kepolisian?” Kris bertanya pelan.

Baik Yixing, maupun Luhan sama-sama menolehkan kepalanya tajam ke arah Kris, menyipitkan mata, dan mencoba untuk menebak kalimat berikutnya yang akan keluar dari mulut lelaki itu, walaupun ada sedikit bagian dari mereka yang tahu betul kemana arah pembicaraan ini tertuju.

“Det. Taylor pernah memberitahuku kalau kau adalah pemilik nilai terbaik dalam pelatihan itu.” Kris berkata lagi. Sementara Yixing dan Luhan sama-sama mengawasi Kris, Jongdae justru bingung harus mengatakan apa.

I’m here, Kris! Are you gonna ask Yixing to pull this bullet out of me manually?! Forget it! Give me a doctor, a wizard, hell everything!

“Yixing, you won’t let your best friend suffering like an old hobo, right?

“Kris, I heard you, damn it!

But it was years ago.” Yixing merespon tidak nyaman di tempatnya.

“Luhan is dying right now, Zhang Yixing.” Lagi-lagi Kris dengan kalimat persuasifnya. Bagus. Jongdae sudah berhasil mempengaruhinya, kalau begitu.

TAKE ME TO A NEAREST FUCKING HOSPITAL YOU RASCAL! NOW!

Maka, tidak butuh waktu lama bagi Yixing untuk akhirnya melompat ke kursi belakang setelah menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit untuk mempersiapkan peralatan seadanya—polisi bernama Zitao itu benar-benar tidak bercanda ketika mengatakan mobil Land Rover ini lengkap dengan segudang peralatan. Dan seharusnya, mereka bertiga tidak meremehkan kekuatan terpendam milik Jongdae. Begitu anak itu mengunci seluruh pergerakan Luhan yang meronta kesetanan, maka yang tersisa hanyalah ratapan putus asa dari Luhan dan decak kekaguman Yixing.

“Kau sungguh bisa membantu orang-orang di rumah sakit memegangi para pasien yang kehilangan kontrol, Kid.

Luhan terbaring pasrah dalam kuncian Jongdae—anak itu memegangi bagian tubuh atasnya, sementara kedua kakinya membelit kedua kaki Luhan yang semula menendang-nendang ke segala arah dengan ganas. Jongdae meraih tangan Luhan yang berlumuran darah pekat, membantu Yixing merobek lengan kemejanya, dan tentu dengan protes teredam dari pihak yang bersangkutan.

Dan di saat seperti ini, Kris masih sempat meminta Yixing atau Jongdae merekam seluruh kejadian di kursi belakang saat ini. Lelaki itu berniat mengunggahnya ke suatu website dengan judul ‘ketika macan bertaring pedang dioperasi.’

Begitu Yixing bersiap melakukan bedah nekatnya—ia sudah mencuci pisau khusus itu dengan alkohol yang ditemukannya di wadah yang sama—sesuatu terlihat baru saja menampar dahinya, dan ia beringsut mundur, memandangi Luhan yang balik menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

What are you waiting for?! He’s dying!” Jongdae berteriak lagi, dan Luhan juga jelas-jelas memberikan pertanyaan yang sama lewat kebisuannya.

Yixing menggigit bibir bawahnya. “It’s gonna be really hurt. Aku tidak bisa melakukannya tanpa obat bius…” tuturnya pelan.

We’ve got no time, Zhang Yixing.” Kris menyahut pelan dari kursi depan.

Just… get me out of here alive, Dude.” Luhan menambahkan.

“Aku punya morfin!”

Dan untuk dua detik berikutnya, Yixing melebarkan kedua matanya terkejut, Luhan yang semula ditaklukan dengan mudah kini mulai memberontak lagi, bahkan Kris sempat mengerem mendadak, mengakibatkan rentetan suara klakson yang merdu dari kendaraan-kendaraan di belakang.

“Itu melanggar hukum, Bodoh! Apa yang kaupikirkan?!” Kris mengomel dari kursi depan. Hilang sudah sifat berwibawanya saat ini.

Masih di posisinya, Yixing menggeleng pelan. “This goddamn kid…

Dan tentu ditambah dengan Jongdae yang tidak mau disalahkan sepenuhnya. “Aku kan hanya tidak sengaja menyimpannya. Waktu itu aku diajak berpesta oleh Jongin, pesta ulang tahun seorang teman yang kaya raya sepulang kampus. That cute-little-rich-boy, ha! Dia tidak mau dianggap culun, dan dengan uangnya yang segudang itu, ia membeli stok-stok morfin ini di pasar gelap. Hell, sebagian besar pengunjung pesta itu memang anak-anak berandal kampus yang ser—“

JUST GIVE ME THAT DAMN MORPHINE FOR GOD’S SAKE!

Iya. Luhan memberontak lebih beringas lagi kali ini—dan Yixing tak bisa menyalahkannya. Dan selanjutnya Kris harus bisa mengontrol mobilnya yang kadang oleng kesana-kemari, sembari membalas tatapan curiga dari para pejalan kaki dengan senyuman manis, serta beberapa kalimat basa-basi. “Macan buruanku tertembak. Ia mengamuk.”

Luhan memuntahkan isi perutnya berkali-kali malam itu, membuat keributan tersendiri dengan tiba-tiba terbangun, menyadari sesuatu, dan akhirnya mengambil langkah serabutan menuju kamar mandi, dilanjutkan dengan berdiri di hadapan wastafel yang mengilat, lalu berakhir dengan wajah basah yang baru dibasuh air dingin. Entahlah. Mungkin karena Jongdae menyuntikkan morfin terlewat dosis gegara ia sendiri gemetaran saat melakukannya.

Kris akhirnya menepikan mobil di salah satu motel terpencil di sudut jalan dengan lampu neon warna-warni sebagai cara utama pihak motel untuk menarik pelanggan. Lelaki itu adalah orang pertama yang dengan sigap mengambil alih kamar mandi untuk sekitar empat puluh menit ke depan, mengatakan bahwa ia tidak rela membuang kemeja kesayangannya itu yang telah ternodai oleh darah Luhan. Maka, ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencuci kemejanya ketimbang membersihkan dirinya sendiri.

Hingga akhirnya keempat orang itu selesai membersihkan diri, yang tersisa kini hanyalah riuh rendah percakapan dua orang di layar televisi dengan topik utama pertandingan bisbol antar dua tim yang katanya adalah musuh bebuyutan. Dengan dengkuran halus Kris di tempat tidur paling ujung, maka saat ini ada tiga pasang mata yang sama-sama terdiam di posisinya dan tenggelam dalam pikiran mereka sendiri-sendiri—Luhan tidur di ranjang satunya, Jongdae di atas tumpukan selimut yang telah disusun Yixing, sementara lelaki itu menempati sofa panjang.

Jam analog di nakas tempat tidur menunjukkan waktu lima menit sebelum tengah malam, dengan pendaran cahayanya yang meredup serta tertimbun di antara bungkus makan malam instan dan berbagai macam makanan kecil—terima kasih pada Jongdae serta tasnya yang penuh dengan hal-hal tidak terduga, morfin tadi adalah salah satunya.

Suara getaran ponsel yang teredam membuat Jongdae sedikit terusik dari posisinya yang semula, bergerak sedikit untuk menjangkau benda kecil itu di saku celananya, dan membaca pesan singkat di layar dengan sekali pandang. Di antara keremangan ruangan yang hanya bergantung pada televisi sebagai satu-satunya sumber cahaya saat ini, Jongdae menegakkan tubuhnya, menyentuh pelan tangan Luhan yang menggantung di tepi kasur.

“Maaf jika tadi aku terlalu kasar,” Jongdae menghela napas. “Kau tahu, kau benar-benar bisa mati kehilangan darah jika pelurunya tidak dikeluarkan.”

Luhan diam, bahkan Yixing harus mengangkat tubuhnya dari sofa demi melihat sorot mata Jongdae saat mengatakan hal demikian. “As you see, he’s alive now, right? Now go to sleep, Kim Jongdae. We need to get you out of this city tomorrow. Setidaknya sampai NYPD berhasil meringkus pemimpin Mala Noche.” Yixing adalah orang yang bertugas menjadi juru bicara Luhan saat ini, membaca dengan jelas ekspresi sahabatnya bahwa mungkin hati lelaki itu melunak akan permintaan maaf Jongdae.

Jongdae menggeleng. “No. Aku harus memberikan sesuatu pada Luhan—tidak, pada kau dan Kris juga karena sudah menjagaku seharian ini,” tuturnya kemudian. “Lagipula aku lapar.”

Stop playing games, Kid. Kau makan hampir setengah isi tasmu tadi.” Luhan menyahut.

“Kalian lupa kalau aku ini masih seorang remaja yang sedang dalam masa pertumbuhannya, dan aku benar-benar butuh asupan nutrisi ini-itu. Lagipula aku belum terlalu puas dengan tinggi badanku sekarang, jadi aku harus minum susu sebelum tidur—iya, susu coklat hangat, you guys don’t have one, do you? Jadi biarkan aku turun ke bawah dan—“

Just. Shut up, okay?” Luhan memotong, menegakkan tubuhnya dari senderan bantal hasil kreasi Yixing. “Aku memberimu dua puluh menit untuk berjalan ke bawah, beli sebanyak apapun makanan yang kau perlukan, dan kembali ke sini. Got it?

Jongdae memekik senang. Mengabaikan tatapan mengintimidasi dari Luhan, ia segera bangkit dari tempatnya semula berbaring, menyambar jaket yang selalu disiapkannya di dalam tas dalam keadaan apapun, lalu menuju sepatu keds-nya. Tidak sampai lima menit anak itu mempersiapkan diri sampai akhirnya ia berdiri di pintu kamar.

Good night! Kalian boleh tidur tanpa menungguku!” teriaknya, sebelum menutup pintu itu di belakang tubuhnya.

Suara gemerisik yang selanjutnya terdengar adalah yang berasal dari posisi Yixing. Sekeluarnya Jongdae dari ruangan itu, ia lantas bangkit dari tidurnya, menurunkan kedua kakinya ke permukaan lantai, menatap Luhan yang masih terdiam menyender. Yixing menarik lengan kausnya sebatas siku, mengusap wajahnya dari dahi hingga ke dagu.

Go easy on him, Lu. Itu mungkin caranya menarik perhatian orang-orang. Pekerjaan ayahnya mungkin membuat ia sering kesepian di rumah.” Yixing berkata pelan—terlalu pelan malah. Emosi sahabatnya sedang tak stabil, ditambah dengan operasi nekat yang dipaksa Kris tadi.

Luhan mendecak pelan dari posisinya. “No, I won’t,” katanya pelan dengan wajah datar, memandang jauh ke arah televisi yang masih menyala. Desahan Yixing di sebelahnya karena ia terlalu keras kepala membuatnya menyunggingkan senyum tipis kemudian. “He’s cute being like that. Kau tak pernah melihat wajahnya saat kumarahi, ya?”

Little jerk…” Yixing mendengus, dengan sengaja menyentil lengan kanan Luhan yang menjadi korban hari ini.

“ADAW! Jangan lenganku, Bodoh!”

Dan Yixing hanya terbahak selanjutnya.

Keduanya menoleh ke arah yang sama ketika cahaya di ruangan itu bertambah. Kris kembali membanting tubuhnya ke atas kasur setelah menyalakan lampu utama, memeluk guling, sembari bergulung dalam selimutnya. Para wanita yang bekerja di NYPD—yang juga telah menyatakan terang-terangan menjadi fans seorang Kris Wu tentu akan saling menembak jika Luhan dan Yixing mengabadikan momen ini dan menjualnya.

“Menurut kalian, apa yang mereka sembunyikan di museum itu?” Kris bertanya dalam diam, sementara kedua matanya mengawasi layar televisi yang menghitam—Yixing baru saja mematikannya.

“Narkoba. Apa lagi?” Luhan menjawab, menjangkau kemeja kotak-kotaknya untuk dikenakan. Suhu udara menurun lagi dengan bantuan pendingin ruangan.

Yixing mengambil alih. “Museum itu tengah mengadakan pameran kontemporer dari bulan April hingga Oktober. Dan biasanya, dengan adanya acara macam begini, pengunjung museum pasti akan membludak, terutama di tengah-tengah bulan seperti ini. Mala Noche memanfaatkan keadaan demikian untuk mendistribusikan barang mereka ke pengedar yang tersebar di kota ini,” tuturnya panjang lebar. “Semakin ramai sebuah museum, penjagaan juga otomatis sedikit melonggar. Penjaga museum ada kemungkinan kewalahan mengurusi pengunjung, ditambah saat itu Jongdae bercerita bahwa lukisan paling terkenal di tempat itu tengah diamankan, kan? Dengan kejadian pencurian 10 buah lukisan di tahun 1990, pihak Museum Isabella Stewart Gardner itu mungkin tidak ingin kecurian lagi. Maka mereka mengamankan apa yang perlu diamankan di saat pengunjung museum tengah melonjak drastis.”

Kris mengangguk-angguk mengerti atas penjelasan panjang lebar Yixing. Iya. Kadang lelaki itu adalah satu-satunya yang memerhatikan suatu kasus hingga ke detil akarnya. Jika Kris adalah seorang pemimpin yang kadang menginginkan kesempurnaan dalam setiap masalah yang timnya tangani, maka Luhan akan melakukannya dengan cara sedikit sembrono, sedangkan Yixing akan menelisiknya sejelas mungkin. Biasanya Yixing yang akan lebih sering menjitak kepala Luhan karena ketidaksabarannya, dan Luhan akan balik menjitak Yixing karena terlalu lama berpikir.

Lelaki tinggi itu bangkit dari kasurnya, menyeduh secangkir kopi panas, membuat ruangan mungil itu penuh dengan aroma kopi. “Sebenarnya masih ada hal kecil yang mengganggu pikiranku sejak Jongdae menceritakan kejadiannya tadi.” Kris berkata sembari menyesap kopinya. “Tentang temannya yang bernama Byun Baekhyun. Apa anak itu juga ikut diincar?”

Di seberang Kris, Yixing menghela napas sembari menggeleng. “Aku tidak tahu pasti. Namun yang menjadi prioritas sekarang, adalah menyelesaikan masalah Jongdae terlebih dahulu, meyakinkan pada det. Taylor dan Kim Jongwoon bahwa anaknya baik-baik saja,” jawabnya. “Atau kalau kau mau, aku dan Luhan akan tinggal di sini untuk menyelidiki lebih jauh, sementara kau mengembalikan Jongdae ke New York besok pagi.”

“Baiklah.” Kris merespon untuk tiga detik berikutnya mengangkat sebelah alisnya, seolah ia melupakan sesuatu. “Sebentar. Hei, Lu, apa kau sempat bertanya atau mengamati sendiri keadaan kampus anak itu?”

Luhan mengangguk singkat. “Iya. Dia bercerita banyak. Do Kyungsoo yang anggota klub vokal, Byun Baekhyun yang mengajaknya ke museum, Kim Jongin yang selalu mengantuk, dan—“ lelaki itu menampar dahinya sendiri kemudian. “—crap! Aku melupakan seseorang yang penting!”

Who is it exactly?” tanya Kris, menepikan cangkirnya yang belum-belum sudah kosong.

“Oh Sehun. Jongdae bilang benar-benar baru melihatnya dua hari yang lalu. Entah ia datang karena program pertukaran mahasiswa, atau karena ia terkena koma selama dua tahun lebih jadi harus muncul secara tiba-tiba.” Luhan mengangkat bahunya tak peduli, sebelum kemudian nada bicaranya berubah serius. “Atau kemungkinan ada sesuatu yang harus dilakukannya—SHIT! Pukul berapa Jongdae meninggalkan tempat ini?!”

“Dia kelebihan 25 menit dari waktu yang kauberikan, Lu.” Yixing menjawab dari tempatnya, sementara matanya mengikuti sosok Luhan yang lantas bangkit dari kasur—sedikit kesusahan dengan kondisi tangannya—dan mengantungkan kembali Beretta miliknya ke saku belakang.

“Baekhyun. Komplotan keparat itu mungkin menyekap Baekhyun sekarang, menggunakan anak itu untuk menarik serta Jongdae ke sana, lalu menghabisi mereka berdu—MOVE YOUR DAMN ASS RIGHT NOW! We need to get them back, for God’s sake!

Tadi itu pesan singkat dari Baekhyun. Iya. Byun Baekhyun, teman sekelasnya yang tempo hari mengajaknya berkunjung ke museum yang tengah mengadakan pameran, menunjuk salah satu lukisan terkenal yang ada di guide book, dan memaksa untuk melihatnya gegara penasaran. Dan selanjutnya Jongdae hanya tak pernah mengira bahwa rasa penasaran mereka berdua akan menjerumuskannya dalam masalah pelik begini—rasa penasaran Baekhyun lebih tepatnya.

Ia bahkan harus berbohong pada Luhan dan Yixing demi mendapat izin pergi ke luar ruangan, dengan alasan perutnya lapar, dan ia perlu memberikan sesuatu pada ketiga detektif itu karena telah menjaganya seharian ini. Maka, saat pesan singkat Baekhyun muncul di layar ponselnya, ia hanya mampu berpikir pendek, memutuskan untuk segera menemui temannya itu—yang tengah disekap, di museum yang sama. Iya. Karena mereka melihat komplotan itu terlalu jelas.

Dan sepertinya setelah ini, seluruh dunia harus mengerti bahwa prinsip utama sebuah sindikat narkoba internasional adalah; mereka yang melihat, mereka yang harus mati.

Angin malam yang berembus meniup sosok mungilnya di pinggiran jalan. Ia tidak tahu malam hari di Boston bisa sedingin ini, untunglah ia sempat membawa serta jaketnya. Padahal ini di tengah-tengah bulan Juli. Entahlah. Mungkin rasa gugup yang kini menyelimuti tubuhnya bisa menjadi sebab utama.

Tangannya menggapai daun pintu gerbang yang terbuat dari besi, dan seketika itu juga sensasi dingin yang menggigit menjalari setiap inci tangannya. Bunyi gesekan besi berkarat terdengar memekakkan telinga. Ini pukul satu dini hari, dan terlihat tak ada orang gila lain yang menyusuri jalanan seperti dirinya.

You can do this, Kim Jongdae. You’re a big guy now.’ Anak itu berkali-kali menyemangati dirinya sendiri.

Saat akhirnya Jongdae menyusuri jalan setapak dari batu itu menuju ke pintu utama dengan penerangan seadanya, derap langkah seseorang terdengar berhenti di dekatnya—sangat dekat. Jongdae menghela napas.

“Aku di sini sekarang. Mana Baekhyun?”

Gerbang besi berwarna hitam dengan aksen antik yang kental itu terlihat anggun di bawah temaram lampu jalanan yang berwarna kekuningan, ditambah dengan sebuah papan alumunium dengan warna dasar merah bertuliskan nama museum dalam tulisan tegak. Yixing bahkan menghentikan langkahnya sesaat setelah derit pagar besi itu terdengar, demi menikmati pemandangan malam bangunan museum yang terlihat cantik di matanya—sejak kecil ia jarang mengunjungi tempat-tempat demikian, maka dari itu ia mudah terpukau dengan hal-hal kecil yang berhubungan dengan museum.

“Si pemimpin tak mungkin ada di ruangan yang sama dengan Jongdae dan Baekhyun hanya demi menjaga mereka. Sindikat narkoba tak pernah berada lebih dari seminggu di satu kota untuk pendistribusian—itu jika tak ada masalah macam begini. Dengan adanya Jongdae dan Baekhyun di tangan mereka, aku bertaruh malam ini mereka akan segera bertolak dari sini.” Yixing menjelaskan sembari ketiga detektif itu menyusuri jalan setapak dari gerbang depan.

Ketiganya sampai di depan pintu utama, yang berbahan dasar kayu jati yang kokoh dan mengilap karena dipelitur. Kris mundur, memberikan tempatnya untuk Yixing—lelaki itu sudah pro dalam urusan membuka kunci pintu manapun dengan hanya menggunakan jepit rambut kecil, bahkan peniti. Ia pernah membantu mengeluarkan kucing piaraan Kris yang terkunci di kamar mandi gegara kelalaian si pemilik. Tapi sepertinya malam ini Dewi Fortuna tengah meninggalkan tugasnya memberikan keajaiban pada orang-orang.

“Tidak mau terbuka.” Yixing mendengus.

Kris memutar bola matanya. “Apa kalian membawa granat atau semacamnya? Karena aku hanya ingin semuanya cepat selesai dan tidur.”

Yixing mencoba lagi dan hasilnya nihil. Lelaki itu melempar penitinya ke samping kanan, ke arah semak-semak. Kris tidak salah mengatakan kalimat demikian, karena sesungguhnya dirinya juga butuh tidur. Maka, lelaki itu mengeluarkan Beretta miliknya dari saku belakang, mengambil langkah mundur sekian langkah dan bersiap menembak, apabila detik kemudian Luhan tidak merentangkan tangannya dan berhenti pada daun pintu.

Kedua pasang mata selain milik Luhan melebar berbarengan, sebelum sama-sama menyipit detik berikutnya. “Kalian hanya perlu memutarnya, Guys. Tak ada peniti, granat, dan tembakan.”

Yeah, right. Ini pukul dua pagi dan tengah memasuki jam sinting. Let’s move.

Pintu terbuka lebar untuk ketiga detektif itu, menyambut datang dengan sebuah lorong selebar pintu, dengan lukisan demi lukisan yang tergantung di kanan-kiri dinding. Penerangan yang temaram menambah kesan antik lobi depan, bahkan membuat Yixing hampir menolak untuk segera memasuki lebih dalam bangunan itu. Senjata di tangan, dan dalam posisi bersiap, tentu saja dengan Kris yang berjaga paling depan, Yixing di tengah sebagai penunjuk jalan, dan Luhan yang berjalan di belakang.

Ketika akhirnya mereka sampai di pertigaan—mengambil lurus untuk meneruskan perjalanan, kiri adalah lorong lain menuju toilet pria, dan kanan untuk toilet wanita. Sebuah meja dengan bahan dasar batu granit hitam berbentuk bulat dengan vas megah berisi bunga chrysanthemum segar beraneka warna menyambut ketiga detektif itu dengan suka cita. Kris bahkan melongo di tempatnya. Iya, dia memang seorang polisi, tapi siapapun pasti memiliki sisi hati yang melembut setiap melihat bunga di hadapannya, tentu saja.

Belum ada dua langkah Kris hendak melanjutkan, suara letusan pistol di kejauhan terdengar memekakkan telinga, menubruk vas bunga yang berdiri dengan megahnya, dan hampir menembus perutnya juga jika Yixing tidak segera menarik ujung kemeja lelaki itu. Luhan mendorong tubuh Yixing dan Kris sekuat tenaga, menyebabkan kedua sahabatnya terjerembab serabutan di lorong sebelah kiri, sementara dirinya dengan melompat ke lorong yang lain, mendesis pelan saat luka di lengannya bertabrakan dengan dinding.

Dan untuk selanjutnya, baku tembak di dalam museum memecah kesunyian dini hari.

What’s with this sudden rage thing?!” Kris berteriak di tengah-tengah suara tembakan pistol serta pecahan benda di sana sini. Lelaki itu membantu Yixing berdiri di atas kakinya kembali, mengintip dari sisi dinding.

That’s why they let us in easily, Kris. Mana ada sih penjahat yang membiarkan polisi masuk ke sarangnya tanpa ada kejutan ini-itu?” Yixing merespon. “So what do we do now, Leader?

Kris mendengus di posisinya. “Rencana awal. Biarkan Luhan mencari keberadaan Jongdae dan Baekhyun. Aku masih khawatir dengan keadaan lengannya. Kau, ikut aku. Kita perlu mendesak mereka hingga ke taman belakang sembari menghubungi pusat, FBI, hell! Hubungi siapa sajalah, aku tak peduli. Kita benar-benar kekurangan orang!”

Right away, Leader.

Yixing bertumpu pada lututnya, memberikan sinyal pada Luhan untuk tetap maju. “You’re gonna need some back-ups, okay?! In three. One—three!

Sosok tinggi Kris adalah yang pertama kali keluar tempat persembunyian, berlindung di balik meja granit yang jatuh hampir menggelinding akibat sisi-sisi meja yang berbentuk lengkungan. Pelurunya mengenai seseorang yang berlindung di balik pot besar di sudut ruangan. Untuk menit berikutnya, satu-persatu penyerang mereka berjatuhan, dan Kris mengangkat tangan kanannya, memberi tanda pada Luhan untuk mengambil alih tangga melingkar di sisi kanan.

“Pergi ke Titian Room, Lu, di lantai tiga. Jika komplotan ini memanfaatkan ruangan yang tak akan pernah terbuka selama masa pameran berlangsung, maka ruangan yang menampung karya terkenal itu adalah targetnya,” Yixing menjelaskan. “We’ll meet again until you get Jongdae and Baekhyun, okay?

Luhan mengangguk di ujung anak tangga terbawah. “Take care of yourself, Pal!

I will!

Dengan Luhan yang sekejap menghilang di balik pilar-pilar mungil tangga yang berbentuk spiral, Yixing mengekor di belakang Kris, menodongkan ujung senjatanya ke segala arah sejauh yang ia bisa. Begitu suara baku tembak yang beberapa saat lalu memenuhi telinganya kini berkurang, tangannya menarik keluar ponselnya dari saku kanan, menekan beberapa digit angka, sebelum menempelkannya ke telinga.

Mayday! This is Det. Zhang Yixing from Isabella Stewart Gardner Museum, 280 Fenway, Boston. Minseok, jika kau di sana, tolong kirim bantuan kesini sekarang juga. Hubungi kepolisian setempat, atau FBI, siapapun! Mala Noche with their newest hostages here, Kim Jongdae and Byun Baekhyun. Don’t take too much time!

Trang!

Oke penyerangan kedua.

Kali ini korbannya adalah lampu gantung di tengah-tengah ruangan dan Yixing bahkan harus berguling dan kehilangan ponselnya demi menghindar dari pecahan-pecahan kristal lampu yang menghunjam turun bagai hujan salju. Seperti rencana Kris, mereka berdua hanya perlu mendesak komplotan itu hingga ke halaman belakang. Begitu Luhan membawa serta Jongdae dan Baekhyun, harapan utamanya adalah Minseok mendapat pesannya tadi, menjalankan perintah singkat yang ia minta, dan pihak-pihak itu telah ada di sini tak lama lagi.

“Zhang Yixing where the hell are you?!

Coming right away, Sir!

Jongdae mendengus pelan. Lagi-lagi pegangannya pada kepingan kaca yang ia dapatkan dari pecahan cermin saat salah satu pria bertubuh algojo yang membawanya ke ruangan ini mengamuk gegara ia tak sengaja menginjak kakinya—heran, padahal ia hanya memakai sepatu keds biasa, omong-omong. Tubuh besar apanya? Terinjak sedikit saja sudah menjerit seperti wanita yang dikencingi anjing jalanan.

Di sebelahnya, tarikan napas Baekhyun semakin memendek, dan hal itulah yang membuat Jongdae ketar-ketir sembari berusaha keras memotong kain kemejanya menjadi helaian kain panjang untuk membebat luka di kaki Baekhyun. Iya. Orang-orang itu sempat menembak kakinya ketika anak itu memberontak dalam kuncian si algojo saat sosok Jongdae muncul di ambang pintu utama, berteriak-teriak bahwa bukan salah Jongdae mereka berdua melihat jelas apa yang tengah dilakukan komplotan itu.

I’m sorry. Seharusnya aku tak memaksamu waktu itu…” Baekhyun mendesah di sudut dinding, sembari menerawang ke langit-langit.

Jongdae menghela napas. “That doesn’t matter. Just… hang on, okay? Aku yakin mereka akan datang kemari sebentar lagi. Luhan hanya memberiku waktu sebanyak dua puluh menit untuk keluar, dan entah sudah berapa menit aku melanggarnya. Mereka pasti langsung tahu bahwa aku menghilang.”

“Mereka? Mereka siapa?”

“Tiga detektif yang—“

Belum selesai Jongdae dengan kalimatnya, riuh rendah suara tulang yang berderak, beradu dengan dinding beton menghentikannya. Dengan berbekal kepingan kaca di tangan dan sinyal singkat menyuruh Baekhyun untuk tetap diam, Jongdae menarik tubuhnya bangkit, berjalan mendekati pintu yang menjeblak terbuka lima detik kemudian.

Jongdae bisa saja sontak menodongkan ujung kepingan kaca itu jika bukan Luhan yang kini berdiri di depan pintunya, terengah-engah mengambil napas, darah kering di ujung bibir, dan Beretta kesayangan di tangan kanan. Entah anak itu harus berteriak girang—dengan risiko kena damprat Luhan lagi—atau bersikap sok dewasa dengan menarik lelaki itu ke posisi Baekhyun, menceritakan padanya bahwa keadaan sahabatnya kali ini benar-benar tidak bagus.

“Jesus Christ… thanks you’re here, Detective.” Akhirnya Jongdae memilih peran kedua.

Dan jawaban Luhan selanjutnya sungguh membuat Jongdae memajukan bibirnya karena kesal. “Kau ini salah makan apa, sih?”

“Aku kan hanya tidak ingin dimarahi lagi olehmu, tahu,” tutur Jongdae, mengalihkan pandangan begitu sosok pria bertubuh besar yang tadi menyeretnya ke ruangan ini jatuh menelungkup di depan pintu. Oh. Rupanya yang menyebabkan suara derakan patah dan membentur dinding beton tadi ulah Luhan. Oh. Bagus. Jongdae tak ingin menjadi target berikutnya.

“Apa kau sudah membebatnya dengan baik?” Luhan bertanya sembari berlutut di depan Baekhyun. Jongdae mengangguk sebagai jawaban. “Kau pegangi sisi lainnya, pria keparat itu sempat mengadu lenganku dengan pot bunga. I need to get you two out of here, okay? Let’s move, Kid.

Baekhyun menghela napas rendah, setelah kedua tangannya melingkar di bahu Luhan dan Jongdae yang membantunya bangkit. Ketiganya berjalan pelan, menuju pintu keluar yang saat ini dihalangi oleh tubuh besar seorang pria yang tadi menjadi korban Luhan. Ha-ha. ‘Jangan lihat, Kim Jongdae, jangan lihat. Lebih baik kena damprat daripada berakhir tak bernyawa seperti itu.’

Tangga spiral yang semula dilewati Luhan sambil berlari kini terlihat terbentang sangat panjang di depan mereka, dengan Baekhyun yang harus berjalan selangkah demi selangkah, Jongdae yang mulai kehilangan kesadaran karena mengantuk, dan Luhan dengan lengannya yang lagi-lagi harus memasuki kondisi kritis sembari harus berjaga dengan ujung Beretta terangkat di tangan kanannya.

Hingga akhirnya mereka menapak di anak tangga paling bawah, baik Jongdae maupun Baekhyun tak dapat melakukan apapun kecuali melongo dan menahan napas mereka di tenggorokan. Ruangan utama museum favorit mereka terlihat seperti habis disambar petir, tersapu tsunami, dan kehujanan lava gunung berapi. Dua anak itu bahkan lupa menutup mulut mereka sampai Luhan mendudukkan Baekhyun di lorong sempit yang menuju toilet laki-laki.

“Tunggu di sini. Bantuan akan datang sebentar lag—“

Got a runner!” Suara Kris terdengar di kejauhan, dari arah halaman mewah di tengah-tengah bangunan museum, jika Luhan tidak salah dengar. Lelaki itu menempelkan jari telunjuknya di bibir, menyuruh Jongdae dan Baekhyun untuk diam.

Luhan merapatkan tubuhnya ke dinding, mencuri lihat sedikit-sedikit dari tempatnya berdiri. Dari arah halaman, memutari semak hijau dengan campuran warna-warni bunga, sosok tinggi itu berlari seolah bayangan. Kakinya menapak di antara pecahan kaca ruangan tengah, menimbulkan derik-derik suara di sana-sini.

Sosok tinggi itu baru akan berhasil menuju pintu utama museum saat lima detik kemudian ia mendapati hidungnya membentur sesuatu, mengeluarkan darah, dan tersungkur begitu saja di atas karpet merah yang tergelar dari depan pintu masuk. Di hadapannya, Luhan berdiri memegangi ujung kepalan tangannya sembari memaki-maki kesakitan. “We got a dropper.”—siapa suruh meninjunya dengan tinjumu, Mr. Lu, kau masih memegang Beretta di tanganmu.

Seperti yang biasanya terjadi di akhir penyergapan, sejauh mata memandang yang tampak adalah kelap-kelip lampu merah di atap mobil polisi dengan sirine-nya yang mengalun, mobil ambulans di sisi lain dengan beberapa petugas yang siap siaga, dan terakhir pihak polisi atau detektif yang baru saja keluar dari kericuhan sesaat.

Yixing sibuk membebat tangan Luhan, ketika sinar matahari di ufuk timur mulai menyinari jalanan di depan museum, mengekspos dengan jelas bagian dalam museum yang terlihat porak-poranda akibat pesta besar yang terjadi semalam, lewat kedua pintu utama yang terbuka lebar. Keduanya duduk di trotoar, dengan dua buah botol air mineral di masing-masing sisi—Kris yang memberikannya, jangan tanya darimana lelaki itu mendapatkannya.

Thanks Pal.” Luhan berujar pelan, ketika akhirnya Yixing menepuk bahu kanannya. Oh. Ia juga sudah memperbaiki luka Luhan yang sebelumnya akibat tertembak. Setidaknya lelaki itu sudah mendapatkan perawatan legal sekarang.

You got that two kids alive and still manage to punch that sorry ass of him.” Yixing tersenyum lebar.

“Oh Sehun.” Luhan membenarkan. “Itu murid yang tiba-tiba datang ke kampus Jongdae, bersikap misterius layaknya sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa. Ia memang bukan pemimpin utamanya, tapi posisinya dalam sindikat itu juga tak bisa diremehkan.”

“Terserah sajalah namanya siapa,” sambar Yixing, tertawa sembari memutar penutup botol air mineralnya. Entah sudah berapa lama sejak terakhir kali perutnya dimasuki sesuatu. Seingatnya, hal terakhir yang ia makan adalah sebungkus coklat warna-warni M&M’s milik Jongdae sebagai makan malam.

Keduanya mendongak ketika sepasang kaki dengan sepatu keds yang mereka kenal berhenti di hadapan keduanya. Yixing, yang kini tertinggal dengan hanya selapis kaus oblong putih—itupun dengan bercak darah dan debu di mana-mana—sontak menerima sebuah jaket yang disodorkan padanya, dan Luhan, ia masih bertahan dengan kemeja kotak-kotaknya yang terbuka dan robek di beberapa tempat.

Thank you for everything.” Jongdae berkata tulus sembari mendudukkan dirinya di hadapan kedua sahabat itu, menarik kedua lututnya mendekati perut. “Aku tidak tahu apakah sampai detik ini masih bisa hidup jika ayahku tidak menyewa kalian.”

Yixing tersenyum ramah. “That’s what we do, Kid, menyelamatkan orang-orang. And, can you tell me what lesson did you got from this chaos?

Jongdae menghela napas. “To control your curiousity?” Ia menjawab tak yakin.

Yeah, you know that, smart-ass.” Luhan menyahut. “Dan untuk tidak menyiksa seseorang yang baru saja tertembak.”

Jongdae mendengus. Lagi-lagi Luhan dengan wajah galaknya. Inginnya ia balik berteriak dan menyindir, namun bayangan akan pria bertubuh besar yang tersungkur tadi malam kembali berkelebat dalam ingatannya. “I did that for your own good.

And that’s why I want to thank you.

Anak itu bahkan harus membelalakkan kedua matanya ketika kalimat berikutnya dari mulut Luhan terlontar begitu saja. Sepasang mata Jongdae menyipit, mencoba menemukan gurat kebohongan di wajah lelaki itu, yang selama ini selalu menjadi musuh bebuyutannya di antara Kris dan Yixing. Hah. Sialnya kebohongan itu tak ada, hanya Luhan dan senyum kecilnya saja.

Setidaknya kali ini Jongdae tidak kena damprat lagi.

You did good these days, Kid, and keep going. Kami belum memberitahumu soal teror surat-surat itu, ya?” sambar Yixing.

Jongdae menggeleng.

“Itu pekerjaan Do Kyungsoo.” Luhan menjawab. “Jangan salahkan dia. Anak itu hanya takut kau mengambil posisi vokal utama di klub-mu, jadi ia memilih untuk menerormu, menyuruhmu melakukan ini-itu.”

“Tapi Kris sudah menyelesaikan semuanya kok.” Kali ini Yixing yang angkat bicara.

Sebelum Jongdae sempat bertanya lebih jauh, sosok tinggi Kris telah berdiri di sampingnnya, dengan kedua tangan di dalam saku, dan senyum ramah-tapi-setengah miliknya yang biasa. Ia menepuk pelan bahu Jongdae selanjutnya, membuat anak itu mau tak mau bangkit dari duduknya.

“Ayahmu menunggu di sana, Kid.” Kris memberitahu. “Kami sudah mengirim Baekhyun ke rumah sakit untuk segera ditangani. Dan… aku tak tahu apa ini membantu tapi aku sedikit mengerjai ayahmu untuk tidak terlalu sering meninggalkanmu sendirian. Entahlah. Kau hanya perlu mengarang cerita yang sama saja nanti.”

Anak itu melongo untuk kedua kalinya, kali ini atas penuturan Kris. Meminta ayahnya untuk tidak sering-sering ke luar kota? Sebelum ini terjadi, meminta ayahnya menemani dirinya untuk belajar di rumah di akhir minggu saja rasanya sulit. Dan untuk sekarang, beruntung ada kejadian macam begini, setidaknya ia tak perlu mendekam seperti orang idiot saat pulang ke rumah.

Maka, dengan senyum lebar di wajahnya, Jongdae memeluk singkat Kris, mengucapkan kalimat terima kasih yang singkat pada ketiga detektif itu, dan berjalan—sedikit berlari ringan—menuju ayahnya yang telah menunggu. Pria itu menepuk pelan bahu anaknya, menyuruhnya masuk ke dalam mobil, dan memberikan lambaian singkat pada Kris, Yixing, dan Luhan.

Setidaknya semua berakhir indah untuk keluarga kecil itu.

Kris beralih pada Yixing dan Luhan kemudian. “As always. Nice work, Guys.

Don’t mention it.” Yixing merespon, melingkarkan lengan kanannya di bahu Luhan. “That’s what friends are for.” Entah Luhan dan Kris harus tersanjung atau apa, ketika Yixing menggunakan kata ‘teman’ ketimbang ‘tim’.

“Um… jadi, detektif Taylor barusan memberitahuku kalau kita harus segera tiba di—“

NO!

Ha-ha. And everything go well for this golden trio, ah, don’t forget our lovely troll and cutie puppy.

.

***

.

p.s: last part. yeay! dedicated buat semua siapapun yang ngikutin seri ini dari part 1. I love you all! Terutama buat ka putri yang sering nemenin nulis sampedeket-deket waktu sahur dan hawk-eyesnya xD I love you and your comments kaaak! Do not ever change >w<

So… I haven’t sleep since 9 pm until now (it’s 5 am. already xD) Sorry if there’s something stupid popped up while you’re reading this xD and last.. Farewell! See you soon!

28 thoughts on “Fire in the Hole [2/2]

  1. this… is what i call massacre. when your favorite authors updated something in almost same days. /dies happily
    jongdae. masih sempat mikir belum pernah punya pacar dan cerewet per usual. cium aja, luhan. cium. i know you want to (and will) do that if that’s the only way to shut the fuck out of kim jongdae.
    UWAH SUKA JAMES BOND-THINGY-NYA! gilaaaa yixing jadi james bond (KW) begitu aaaakkkkkk so cool ;w; dan jadi healer!xingxing haha aku langsung kebayang emblem unicorn dia ( _ _)/||
    ‘Lelaki itu berniat mengunggahnya ke suatu website dengan judul ‘ketika macan bertaring pedang dioperasi.’’. this. this. you destroyed the serious moment (apa scene luhan diduduki jongdae masih bisa dibilang momen serius…) hilariously XD
    /baca kris marah gegara nggak cukup tidur/ um… motto hogwarts yang ‘draco dormiens nunquam titillandus’ kayaknya bener, ya._. or maybe it’s because he doesn’t get his beauty sleep…
    /keringat dingin sendiri/ okay… can’t say anything soal adegan baku-tembak… (not a fan of such films actually but is a big fan for such lits.) and good ending. XD golden trio, lovely troll, cutie puppy. sums the whole story up. XD
    WTF YOU HAVEN’T SLEPT FROM 9PM ‘TILL 5AM?! GO GET SOME SLEEP, DUDE. TwT

    Like

    1. PUAHAHA. kris and his beautiful sleep xD
      yixing will be forever unicorn haha. yaampun aku ikut ngakak baca komenmu aufaaa hahaha /hugs/
      luhan didudukin jongdae… believe me, aku bahkan ga bisa bener-bener bayangin itu mereka gimana posisinya xD

      aakkk makasi banyak komennya, and yes, aku langsung tidur begitu abis posting ini hahaha. thank youuuu~

      Like

  2. semalem aku update twitter dong mau tidur sambil nungguin kamu update buat part ini dan bangun bangun tadaaaa…
    Im so happy to get this xD

    bad news is, paketan internetku tewas semalem jadi aku baca dan ngetik ini via ponsel so sorry with all damn typos and short ficlet comment but ofc Ill try my best xD

    Like

    1. this chapter is.. perfect! asli ini endingnya juaraa
      setengah berharap yixing nya tewas di tengah gitu trs some angsty ass abt luhan and some regret from jongdae but NO
      ntar malah trauma step lagi so i think this one is quite fabs for ending xD

      i love kalimat pembukanya aku mau dapet parcel lebaran kaya mereka walau mereka muka sangar kelakukan preman hati selembut sutra kaya gitu
      beli sepaket gini di mana sih buat buka puasa nanti xD

      abt feeling.. yes kamu enjoy ya ngerjain ini? lebih enjoy ini dr chap 1?
      you got your sense back here and its so asdfhjkllhhhskshdj sempet kangen dan kehilangan sama ciri khasmu di part satu kemarin x(
      lesson learned that bad mood is a big no no for a writer. i guess.

      but hoot! you just end it with the most pleasant way and most importantly you, you, you.. are back! how i really love your writing style fikaaaa x))

      Like

    2. dan apa itu jongdae belum pernah pacaran sama ciumaaannn hah!
      hey little kid come here lemme teach you some technique abt kissing a girl passionately
      tapi tar dulu omg mereka ini lg dikejar pembunuh bersenjata eh ini malah galau belum ciumaaan xD
      salah salah jongdae dicium baretta nya luhan ini kalo luhan udah habis sabar x))

      aku bisa bayangin jongdae pake suara melengkingnya sok sokan panik gituu ngeliatin baby deer dying sambil heboh sendiri aduh kebayang bgt deh mukanya jongdae yg usrek sendiri ga bisa anteng (aduh bahasaku) xD

      and yixing as detective-turn-into-doctor hoaaah yg dia nyelametin nyawa lu itu oh so true bgt since we already know yixing is the last unicorn standing with his amazing ability to chiu chiu chiu and tadaaa.. ofc its no big deal to save luhan xD
      tapi yg dia jadi jago bgt megang senjataaa askdkdjsjssj kalo ini di filmin dan dia beneran pegang tokoh kaya gitu dan dia sukses aku jd orang pertama yg melongo sambil ngacungin jempol tinggi tinggi astaga yixing x)

      Like

    3. jongdae jongdae dont forget he has a great power! power buat mempengaruhi si kris ini xD
      aduh kamu dek pinter bgt ini mempengaruhi krisnya juara kamu jongdae!
      lain kali kris gabisa deket deket jongdae terusan bisa bisa hidupnya hancur kena pengaruh jongdae melulu!! xD

      dan omg i can really imagine our favorite baby boy is now dying on back seat
      first of all fika, lemme thank you for fabricating cool image for luhan (actually not just for lu but all four of em) xD
      as we all know udah banyak bgt fic yg nampilin sisi polos luhan yg overexposed padahal kita semua tau theres something more abt him smtg hidden between those playfull looks and gawd you capture it so damn perfect i envy you too much x))

      Like

    4. ah selain jongdae the super provocative agent provocateur dia juga bakat jadi pawang macan hahahahaha xD

      ok, lemme talk some abt their characters
      aku suka gimana kamu ngebangun jongdae slightly a nerd boy yg surprisingly nyimpen morfin di backpacknya
      its like aslkdnbsjaj seriously jongdae off all things you can place on your backpack you choose to bring morphine? xD
      i think its really genius, perfect twist for a typical nerdie boy xD and gosh who knows the morphine plays crucial role right
      lepas dr itu semua jongdae is beyond my fave.. he’s warm caring setia kawan a bit carefree tp penakut but lovable
      i bet lu feels this too that he cant hate jongdae after all he did, who could hate cute lil jongdae anw? x))
      there you go fika, sukses!

      abt golden trio
      kalo ga salah ada satu paragraf deskripsi yg kamu tulis buat deskripsiin karakter mereka, yg kris is leader lu sembrono yixing lebih tactical
      menurutku sih mmm.. paragraf itu ga terlalu perlu bcz we ald can tell what type of person they are, udah cukup keliatan kok in every lil thing they do kalo si lu ini cenderung lebih barbar sementara yixing is so polar opposite and kris ofc to balance the team

      cool kris is cool kris, he’s being cool and sexy goddamn genius but no fika noooo! i laughed my ass so hard till i cry, what did you do to him fikaaa xD
      kris is a fuckin handsome detective who rolls around in bed, wash his own favorite outfits with his own hands (40 minutes fgs!!), has a kitty as pet and has a soft spot for flowers!! what else can i expect from you fikaaaa, a really brilliant twist for him. heck even i punched air in victory when i read those things, see kris is a forever big kid behind that particular bitch face and gosh i gotta admit that i allow only you to ruin his perfect image xD

      Like

    5. yixing, yixing xD
      he’s being calm like always
      truthfully saying i want some more stupidity from him but that group needs a mature man so there yixing to keep the sanity alive x))
      i love it when yixing feels a bit hesitant and anxious when kris asks him to do something abt luhan
      dari part itu kamu udah cukup kuat ngasih gambaran kaya gimana karakter yixing secara keseluruhan di fic ini xD
      dan dia jadi spokeperson nya luhan jawabin jongdae aaakkkkk my layhan feels x’))))

      and lulu oh my dear god i lost my words he’s so strong fierce careless brave so independent
      cuma di beberapa tempat aku nangkepnya si luhan agak terlalu individualis deh semacam gimana ya mmm.. dia terlalu mandiri sampe kayanya peran dia di tim terlalu major
      kayanya next time harus agak ati ati deh fika kamu bangun karakternya dia
      do i hate him? no i absolutelly in love, but maybe porsi dia agak dikurangin dikit (diikit aja kalo kebanyakan karakter sembrono dan mandirinya bisa ilang) biar dia masih keliatan di tim dan feeling saling bergantungnya golden trio masih keliatan
      yah saran aja sih. agak risky emg bangun karakter macam luhan, tp gimana kamu mengeksekusi dia di sini menurutku udah exceed expectation. ga banyak yg bisa nulis kaya gini, inc me. xD

      yes me too smells something no good when jongdae tells em he wanna grab something to eat xD
      setengah ngira yixing bakal buntutin naughty jongdae tp babysitter lg capek ini ya tiga tiganyaaa si kris malah asik asikan gulung gulung sama guling kesayangan gamau lepas
      omg i laugh so hard imagining kris hugs his pillow so protective xD omg kris i hatw you!!

      Like

    6. and fikaaa can i ask you where’s park chanyeol? hahahaha im not a big fan of him tp kayanya cuma dia yg ga kesebut, ya? uh oh kenapa kenapaa? aku pikir dia bakal ada di sinii :)))

      anyway, yg bagian mereka ngebobol pintu depan museum itu super epic! asli tinggal ketok pintu doang ucapin salam xD dasar terlalu genius ih ini golden trio malah gabisa kebuka kan kan kan xD
      and ofc kris will get mad if someone steals his beauty sleep hours, handsome duizhang needs extra sleep for his glorious skin ofc hahaha xD

      ” You’re gonna need some back-ups, okay?! In three. One—three! ” did someone needs me to teach him how to count properly darling? hahahaha i love this part too fikaaa x))
      and luhaan lebih milih cara primitif dan manual dibanding pake baretta ke sehun? idk what to do, laugh and cry bcz ooohhhh luhan you’re just.. i cant predict you x))

      overall, if you ask which one is my fave part i’d say all of them. i want to quote my fave parts but then i realize it’d be difficult since all of them are my fave parts! you did awesome fika, better than chap 1 and i love how you improve everything x))

      oh and perhaps i miss several scene, forgive me fika. i wouldnt mind to write a oneshot here, but since i write this from my cell phone yah you cant expect more. x(

      aaakkkkk im screaming when i read my name on ps note hahahahahaha i dont deserve that actually :p
      and last i hope i can meet golden trio of you soon, this time i really want to see them as bad guys perhaps with some tragic ending /cough/
      but its all up to you, i really put some believe in you

      good work as always fika, keep it up! xD
      keep writing this beautiful, okay! :))))

      Like

      1. aaakkk.. no. you do deserve this >w< seriously.

        yep yang paragraf itu juga makin kesini aku mikirnya emang ngga terlalu perlu /sigh/ cuma buat jaga-jaga siapa tahu masih ada yang belum bisa nangkep karakter mereka, but thank youuuu… ka putri ngerti sampai ke sulur-sulurnya. i can't thank you more.

        karakter kris. HAHAHA. he's kid, still a kid. waktu kemaren liat foto dia bawa-bawa boneka di bahu, terus inget alpaca-nya, aakkk he's not that manly after all x) and i do love torturing him like this xD
        yixing. aah, setidaknya karakter maturenya beneran keliatan. sempet ketar-ketir pertamanya kenapa ini orang jadi serius banget kaya kris T^T but, but, thanks to happy camp, weekly idol, starry night (you right, i laugh out loud watching this one xD) i still manage to catch that stupid side of him xD (including that one – three part hahaha. someone needs to help him with this counting thingy xD)
        luhaaaan. (oke sampe sekarang aku masih sebel soalnya luhan ga juga kepeleset biar rambutnya berubah lagi xD) phew, iya yah ini orang kenapa jadi terlalu mandiri haahhhh.. but i do sighing so hard that you do't hate him xD heheheh.. i'll work better with characterization next time. i promise, and i will! xD

        and as always, your comments made my day! just… thank you, i can't say more T^T /throw flower, throw golden trio, throw jongdae at youuu/ /hugs/

        Like

      2. indeed, wufan is totally a big kid trapped in a super kewl adult body hahahaha xD
        aku suka dia di sini, terutama yg bagian kembang kembang itu aaahhh pokoknya aku masih memegang prinsip ini si wufan itu punya sisi feminin yang lumayan waaah di dalem kepalanya hahahaha xD

        no no, yixing cukup beda kok di sini, nggak ada unsur kris-nya sama sekali malah, bener bener original kok, as i said bagian favoritku itu yg yixing ngerasa ragu pas dia suruh ngebedah luhan
        that! that part is so zhang yixing :D
        sangat human malah, makanya aku sukaaa hahahaha

        luhan, who can hate luhan fikaaa? xD
        ofc Im not qualified into one of luhan’s cons here xD
        kalo misalkan harus ada yg dibenci dari luhan paling cuma warna rambutnya hahaha masalah kita sama di sini xD
        you already worked hard for characterization, menurutku itu point yg lumayan rumit sayang banyak diabaikan oleh penulis dan pembaca
        and the fact that you done well, kayanya udah cukup bukti bahwa nggak ada masalah yg bener bener berarti secara keseluruhan kok

        yg jelas tetep semangat terus ya fika, banyak bgt yg cinta sama tulisanmu loh xD
        aku tangkep ah ini golden trio sama jongdaenya mau aku culik :D

        Like

  3. you got me from the very first sentence. and i swear i laughed like lunatic at every funny detail.
    kris dan macannya. hahahah XD
    oh ya, waktu jongdae dapat sms i was like: I SMELL SOMETHING. terus waktu dia keluar ‘beli makanan’ i was like: DUDE, you can’t let him go out by himself, can you?! but then everything ended nicely~ /bounces happily/
    (well damn do kyungsoo and wtf oh sehun)
    this is soooo great and now, now, you deserve some sleep. ^^

    Like

    1. aakkk thank youuu~
      hahaha entah aku semacam ngancurin image kris disini xD maaf mr duizzhang hahaha…
      iya jongdae anak bandel jalan keluar malem-malem.. ooh baby sitternya udah tepar jadi jongdaenya dibiarin aja semau dia xD
      makasi yaa marchaaa~ ^^/
      yep. tadi langsung bobo pas abis posting ini xD hahaha

      Like

  4. dan, saya ngga tau harus ngomong apa. ini keren, yap, feelnya bener-bener dapet.
    ternyata efef ala james bond dibuat kocak, keren juga y..!

    karakter semuanya bener-bener pas.
    tapi, ku emang ngerasa abang lulu bener-bener wow disini.
    ketembak. marah-marah. dibedah. muntah-muntah. nyelamatin jongdae n baekhyun. ninju penjahat. n ngucapin terimakasih. wow. it’s all about him. /atau aku aja yg terlalu ngebias.in y? ahaha/

    gara-gara yixing si healing yg keren, abang kris yg kayak anak kecil, n jongdae yg bakal tetep jadi jongdae dalam keadaan apapun, bikin aku neken ke.wow.anku ke abang lulu n bilang..
    ini trio + baby troll emang kombinasi terbaik!
    huwaaaaa, mau lagi dong efef tentang mereka!!
    nice job! nice efef!

    Like

  5. Di part ini…aku gak bisa komen banyak2…ini udah keren banget sampe bingung mau komentar kayak gimana -____-
    makin ke sini aku jadi suka sama polos2nya jongdae,ampun ini anak umur berapa sih?? Ah…pantes aja luhan selalu marah2in,ternyata dia jg kecantol sama muka polos jongdae XD
    favoritku pas kejer2an sama snipper itu…gaaah…jongdae yg babbling gak berhenti2 dan bilang lebih baik mati diinjak gajah..
    Hello~ km masih waras kan??
    Mau emang tulang pada remuk,bola mata keluar,otak hancur,darah kecipratan ke mana2?? Eh serem banget…udauda yg penting udah selamat di tangan golden trio kan XD
    dan luhan…kamu kesakitan gitu lucu deh…
    Buset si kim jongdae ini tasnya berasa kantong ajaibnya doraemon…morfin?? Bikin luhan overdosis??
    Sumpah demi apa kak yg ini bikin ngakak gegulingan masa XD
    aku ngebayangin jongdae itu loh yg gemeter2 nyuntikin morfin ke luhan…dengan muka luhan yg udah gak sabaran pengen disuntik jg…demi apa kris jg kocaknya minta ditonjok!
    Singa buruan yg tertembak lg ngamuk?? Aaakk kris aku kira km gak bisa melucu…yah daftar diri masuk OVJ pasti diterima deh,jadi sasaran penderitaan tapi /eh?/
    terakhir,aku gak nyangka sehun itu termasuk sindikat narkoba…eetapi cucok jg sih,maaf2 aja ya,tapi muka sehun itu kok kayak orang yg udah kecanduan , apalagi cara ngomongnya /digiles traktor/
    hidungnya gak papa kan? Jangan patah dong…ntar gak cakep lg Y.Y
    luhan km tega ya nonjok kembaran sendiri! /tonjok luhan/
    yap golden trio…kalian gak akan dapet waktu istirahan dulu rupanya…udah selesaiin aja tuh kasus, ditunggu ye action2 selanjutnya XD
    btw kakak suka nonton csi jg??
    Huwaaaah itu seriesan paling favoritku,huhu Y.Y
    udah sih cuma mau bilang itu aja #EA
    ditunggu fanfic berikutnya ya ^^

    Like

  6. jadi aku harus panggil… kak fika? oke.
    woah, ini keren banget! fanfic action yang jujur aja melebihi ekspektasiku dan… GOLDEN TRIO. YEP. actionnya kegambar banget dan humornya diselipin disitu aakkk you’re so good!!!
    One—three! ngakak banget yang bagian itu. seseorang harus balikin dia ke TK lagi biar bisa menghitung dengan benar. wahaha.
    love this! <3 writing golden trio more, please… ;_;

    Like

  7. Akhir yang manis.
    Semuanya kembali ke semula tapi dengan perubahan yang lebih baik, kecuali bagi trio detectif sepertinya.
    Dan Jongdae, ambigumu memancarkan pesona.
    tak bosan mengucapkan, nice story :D

    Like

  8. Kereen !!! aku suka ff-nya. Aku lgi coba buat ff genre’a action, cmn gk tau gmana cara nyusun kata2nya. pas baca ini, sekarang jdi tau apa yg harus ditulis. Ff terbaik yg pernah kubaca ^^

    Like

  9. ASTAGA AKU BACA INI KAYAK LAGI NONTON FILM!

    Berasa banget actionnya! Tegang diselingi humor yang bikin ketawa sendiri! Pas banget!!!

    Speechless, ini keren banget sampe gatau mau ngomong apaa. Tulisan kakak emang ga pernah mengecewakan lahh! Aku suka banget karakter golden trio dan jongdae nyaa

    Keep writing, kak! Semangatt! :D

    Like

  10. Keren ngebayangin mereka bertiga main tembak tembakan dan full action.Pas bangt wajah kris yixing sama luhan yang jadi detektif.
    Luhan beneran cool karakternya,galak tapi perhatian.

    Like

Leave a comment