Dead Men Dancing

deadmendancing

In your head, they are fighting

Adalah kepala terakhir, yang berguling tak beraturan di atas jalinan aspal kering, tak terawat, dan membutuhkan setidaknya asupan air untuk mencegah debu-debu beterbangan itu menginfeksi saluran pernapasan semua orang. Asap tipis membubung dari sebuah senapan angin yang peluru-pelurunya kini bersarang pada tubuh-tubuh yang berserakan di sekitar kaki lelaki itu, berpose layaknya mayat kebanyakan—sebagian dengan ekspresi kosong, sebagian lagi menengadah hendak menggapai langit.

Dengan latar serat oranye, kepakan burung gereja mengiringi sekelompok hewan bersayap itu pulang ke sarangnya, meninggalkan matahari yang segera beranjak digantikan bulan yang menggantung. Kota kecil ini akan sama seperti malam-malam sebelumnya—sunyi dan ditinggalkan. Tak ada yang perlu ditangisi, sebenarnya, toh lelaki itu adalah salah satu dari saksi motif utama mengapa kota ini terasa begitu mati.

Satu gerakan, dan kini ia berada di tengah-tengah blok, sibuk berasumsi bahwa keadaannya masih sama seperti saat ia berkunjung kemari berminggu-minggu lalu. Suasana beda, dengan orang-orang yang berbeda.

Ia masih ingat, beberapa meter di depannya, toko bunga Florence Lawrence, dengan Nyonya Lawrence yang akan tersenyum lebar kepadanya setiap kali ia berdiri di depan. “Apa yang disukai kekasihmu, Sayang? Mungkin aku punya koleksi bunganya.” Wanita berumur lima puluhan dengan tubuh pendek itu sepertinya mengoleksi seluruh spesies bunga di dunia.

Bergeser ke samping kanan, melewati sebuah toko perkakas, toko penjual makanan ternak dan peliharaan, dan sebuah barber shop kumal, berdiri sebuah kedai kopi yang sering ia datangi dulu, dulu sekali—oh, well, rasanya memang sudah lama sekali sejak terakhir ia mendudukkan bokongnya di sana. Neil’s Coffee, yang menjadi saksi utama ketika lelaki itu melamar. Cara kuno—dan mungkin norak—memang, mencelupkan cincinnya ke dalam secangkir cappuccino.

“Jongin?”

Satu sentakan pelan, dan wajah kekasihnya yang berbinar ketika ia menemukan pesan tersirat di dasar cangkirnya lenyap, digantikan senja yang sunyi dan seolah memiliki misteri lain di balik keremangannya yang memikat.

Are you alright?

Lelaki itu mendesah berat, memanggul senapan anginnya di bahu. “I’m okay, Lu,” jawabnya, membalikkan tubuh. Terlihat di hadapannya seorang lelaki lain dengan surai cokelat madunya bersinar tertimpa cahaya senja yang terakhir. Sepasang mata bulatnya menatapnya tajam, namun Jongin melihat ada kekhawatiran terbersit di sana. “Ada sebuah minimarket, mungkin kita bisa menemukan beberapa makanan.”

Okay.

Jongin membiarkan Luhan menjentikkan jarinya, menyampaikan pesan berantai itu kepada rekan lainnya yang berdiri beberapa langkah di belakang mereka. Oh Sehun, yang bertubuh tinggi tegap, dan kali ini memilih untuk menggunakan sebuah pasak kayu dan handgun biasa. Lelaki itu mengantungi pistolnya, membuang pasak kayu, dan menyiulkan sebuah nada melengking untuk meneruskan pesannya kepada rekannya yang terakhir.

Terpisah beberapa langkah Zhang Yixing mengacungkan ibu jarinya, mengantungi senjatanya di kantung belakang jinsnya, dan menggunakan lengannya untuk menggedor kaca sebuah mobil sedan yang terparkir rapi tepat di sampingnya.

“Hei, Dok, kau boleh keluar sekarang.”

“Sekarang?”

“Yep.” Yixing mengangguk.

“Kau yakin mayat-mayat itu telah dilumpuhkan?”

“Mereka tak berkeliaran dan mengejarmu lagi, kan?”

“Bagaimana aku tahu mereka tak akan bergerak dan menyerang lagi?”

“Mana kutahu? Kau dokternya.”

“Tuan Zhang, aku mempertaruhkan seluruh hidupku ikut arak-arakan kecilmu untuk hidup dan mencari penawarnya, bukan untuk mati konyol.”

“Tuan Wu, kami mempertaruhkan seluruh hidup kami menembaki mayat-mayat hidup ini dan menjagamu untuk tetap bernapas dan menolong kami semua.”

“Tukang tiru omongan.”

“Pecundang.”

“Laboratorium pusat berjarak sebelas jam dari sini. Itupun jika mengendarai mobil, atau yah sepeda berkayuh yang paling buruk. Sehari penuh jika kita berjalan kaki, ditambah puluhan orang terinfeksi yang belum dilumpuhkan, mungkin sekitar satu setengah hari.” Yixing menjelaskan, melipat kedua tangannya di atas meja kayu yang ia temukan di ruang penyimpanan, di belakang meja kasir.

Sehun memainkan kaleng cola dingin di tangannya, menggoyangkannya searah jarum jam sembari mengamati lekat-lekat tetesan embun di permukaan kaleng itu menetes ke meja. “Well, itu mungkin hal terbaik yang akan kita lakukan agar kau bisa melakukan pekerjaanmu, ya kan?” Ia menggulir pupilnya ke arah Kris Wu, yang saat itu duduk tegang di kursinya.

“Dan apabila kita beruntung mungkin masih ada pesawat telepon yang tersambung, atau semacamnya.” Luhan mengangkat bahu, menenggak habis minumannya. “Kris tak perlu melakukannya di sana, terlalu berisiko. Kita bisa menelepon bantuan.”

“Ya, aku setuju.” Yixing mengangguk. “Kerjakan langsung di sana jika teleponnya tak berfungsi dan mempertaruhkan segalanya. Atau bantu Kris mengumpulkan apapun yang ia butuhkan jika teleponnya bekerja, minta bantuan, lari ke atap, dan… yah, selanjutnya sih pekerjaanmu. Kita hanya ingin keluar dari kota ini.”

Kris Wu masih tak bergeming. Ketika keempat orang kecuali dirinya di tengah-tengah ruangan minimarket itu saling mengangguk dan membuat rencana, ia masih menatap kosong minuman serta makanan cepat saji yang diseduh setengah jam yang lalu oleh Yixing.

Bukan keselamatan diri yang ia takutkan malam ini, tentu saja. Keempat orang itu, yang ia temui secara tiba-tiba di sebuah pertemuan rahasia ketika wabah ini meledak telah membuka lebar-lebar jalan untuknya dan menjamin seratus persen akan membantu kelancaran eksperimennya. Pintu masuk minimarket telah disegel dan menaruh mesin minuman, meja kasir, dan beberapa benda berat di sana sebagai penahan setidaknya akan menjamin mereka tetap hidup sampai besok pagi.

Ia telah menjalani kehidupan ini selama dua minggu, bergerilya di jalanan sepi, mengais inci demi inci jarak yang akan membawa mereka ke laboratorium pusat di tengah kota. Well, hanya itu harapan mereka—dan harapannya juga—sekarang. Yah, semoga.

Hingga Luhan mengucapkan selamat malam kepadanya dan Jongin, maka meja kayu itu hanya berisi dua orang saat ini.

Kris menghela napas, menyadari bahwa selama perjalanan ini, kepada Jongin-lah ia jarang berinteraksi. Ia sering berjalan beriringan dengan Yixing, mengobrol tentang segala hal, terkadang menceritakan pengalamannya ketika berjuang mendapat predikat spesialis bedah hingga saat ini, dan jika ditambah Luhan di sana akan ada sedikit permainan saling-sindir antara dua sahabat semasa kecil itu. Dengan Sehun, setidaknya ia banyak mengobrol juga, walaupun lebih sering Sehun yang memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan. Lelaki itu berniat pindah ke jurusan kedokteran hanya karena ia pusing dengan berbagai macam gambar teknik di kehidupan kampusnya saat ini.

“Mungkin kau butuh tidur.” Kris berkata dengan nada datar, menyadari bahwa sedari tadi lelaki di hadapannya ini lebih sering diam ketimbang menyumbang ide untuk rencana mereka ke depan, mungkin hanya mengoreksi kesalahan tempat yang disebut Yixing, atau menyempurnakan ide Luhan yang kadang terdengar sembrono.

Alis Jongin berkedut sedikit. “Kau mengusirku?” tanyanya singkat tanpa mengangkat wajah.

“Tidak juga.” Kris mengangkat bahu. “Tapi lingkaran di sekitar matamu mengatakan demikian.”

Jongin menahan kekehannya, menekan ujung puntung rokoknya ke permukaan meja yang disusul dengan asap tipis yang membubung ke udara lalu menghilang. Ia mengangkat kedua tangannya kini, melipatnya di atas meja, di hadapannya. “Aku ingin bertanya padamu, Dokter, tentang keberadaanmu ketika wabah ini menyerang.”

“Ketika orang-orang mulai gila dan saling menyerang?” Lelaki jangkung itu menyesap minumannya.

“Ketika orang-orang mulai berjalan dengan pandangan mata kosong dan menjadi mayat hidup.” Jongin menekankan setiap kata-kata dalam kalimatnya. Ia menunggu, namun tidak pernah melepaskan pandangannya.

Kali ini giliran Kris yang terkekeh di tempatnya. “Aku tidak datang kemari untuk tebar kesombongan hanya karena di kotamu-lah semua kejadian ini bermula,” jelasnya, balik menatap Jongin. “Virus ini menyebar di seluruh dunia, Jongin, mungkin kota atau mungkin negara dengan tingkat kebersihan yang tinggi yang akan terhindar dari bencana ini.”

Jongin membuang jauh-jauh rasa tertariknya. Alih-alih menyipitkan mata untuk berkonsentrasi, ia mendorong tubuhnya ke belakang, menyenderkan punggungnya. Melipat tangannya kini di depan dadanya, Jongin tersenyum simpul. “Kau dokternya. Aku tak mengerti.”

Lelaki jangkung di hadapan Jongin mungkin akan lebih memilih untuk menenggelamkan wajahnya ke dalam kloset di belakang, atau menjambaki rambutnya dengan kekuatan beruang saat ini juga. Oh, ya ampun, betapa inginnya Kris menuding-nuding lawan bicaranya kali ini. Siapa yang tadi memaksa ingin mengetahui lokasinya berada ketika wabah ini pecah? Badut taman?

Menahan amarahnya supaya tidak meledak, Kris menghela napas panjang—oh, ya, dan dengan pandangan yang Jongin berikan sementara ia mati-matian menahan dirinya, lebih baik ia menyulam sambil melakukan gerakan rol depan.

“Aku ada di apartemenku saat orang-orang di jalanan mulai berlarian dan berteriak, Kim Jongin, dan mulanya aku hanya berpikir bahwa itu mungkin adalah parade lain yang diadakan karena pemilihan walikota kami akan diadakan minggu depan.” Kris memulai ceritanya, masa bodoh dengan Jongin yang sepertinya tak berminat mendengarkan—toh itu kan juga atas permintaan yang bersangkutan. “Elena pergi ke luar, hendak memenuhkan isi kulkas mungkin, aku tak tahu. Yang past—“

“Elena?”

“Tunanganku.” Kris menyipit dan nada suaranya merendah. “Kita ingin membahas kejadian ini dan bukannya tunanganku, ‘kan?”

Jongin terkekeh. “Tenanglah, Man. Aku hanya bertanya,” katanya, mengangkat kedua tangannya defensif.

“Oke, baiklah.” Kris berdeham. “Kemungkinan ia terjebak kemacetan atau apa, namun menit berikutnya saat aku memikirkan kemungkinan lain, ia datang menggedor pintu. Well, Elena menarikku keluar, berbicara sesuatu seperti saling serang, saling menggigit, kesetanan, dan mayat hidup. Ketika itu aku tak menyadari bahwa keluar dari apartemen dan berlari ke jalanan adalah sebuah pemikiran bodoh, namun nyatanya orang berbondong-bondong memenuhi jalan raya dengan kepanikan, teriakan, dan uh… kau pasti bisa membayangkan bagaimana keadaannya.

“Dan ketika itu pula, aku melihatnya. Berjalan terseok-seok di sudut jalan. Mungkin ia tak bisa menandingi kecepatan berlari manusia normal, tapi kau bisa bayangkan bagaimana padatnya jalanan saat itu. Dan seperti yang kita bahas sebelumnya, Jongin, virus ini tak hanya menular lewat gigitan—“

“Itukah alasan kau memaksa kami mengenakan masker ketika menyerang mereka?”

“Kau akan terinfeksi jika darahnya masuk ke mulutmu dan ikut tercerna. Setetespun tak sengaja kautelan, matilah sudah.” Kris menekankan. “Elena terlalu panik ketika kereta bawah tanah yang kami tumpangi mendadak bergoyang hebat dan mati. Mulanya karena korban yang terinfeksi itu entah bagaimana caranya ada di sudut, terdorong masuk oleh beberapa penumpang yang panik.

“Virusnya menyebar cepat, karena mereka saling menggigit dalam suatu lingkungan sempit, dan semua orang ketakutan.” Kris menjelaskan, namun tetap ia tak bisa menahan dirinya untuk tak bergidik setiap kali ia memanggil memorinya yang ini. “Aku tak tahu kapan persisnya, namun aku menyadari Elena mulai terbatuk-batuk hebat di dekatku, dan tangannya dingin. Pria berdasi di hadapannya hampir menyerangku ketika pegangan Elena mengerat, dan wajahnya berangsur pucat.”

Jongin mendelik. “Ia tergigit?”

“Tidak,” jawab Kris singkat. “Wajahnya penuh dengan darah kehitaman dan tak ada bekas gigitan. Darah pria itu menyembur ke wajah Elena, dan dalam keadaan panik ia pasti berteriak, dan… kau pasti mengerti kelanjutannya….”

“Dan kau meninggalkannya sendiri di sana?”

Lelaki jangkung itu terkekeh lagi. “Kita benar-benar membicarakan tunanganku dan bukannya kejadian ini, ya? Tapi begitulah adanya. Aku pengecut, ya kan? Aku kabur dengan memecahkan kaca jendela samping ketika kompartemen itu dipenuhi oleh lusinan mayat hidup,” ujarnya, melempar senyuman miris sembari menenggak habis minumannya. “Seseorang dari kepolisian meneleponku kemudian, memintaku untuk bekerja sama dengan pihak negara.”

“Itukah yang membawamu ke kota ini?” Jongin menyelidik.

“Yep.” Kris mengangguk. “Hanya untuk tahu kemudian bahwa kota ini juga telah terserang—bahkan di hari yang sama. Tapi mereka tetap bersikukuh, menyebut laboratorium pusat di kota ini sebagai yang terlengkap. Lalu ketika kukira semuanya akan berjalan sesuai rencana, gedung tempat pertemuan gempar. Salah seorang petugas terinfeksi ketika buang air kecil—ia lengah lalu diserang, mungkin. Dan, ya, lalu aku bertemu kalian.”

Jongin mengernyitkan dahinya. “Menarik.”

“Bagaimana denganmu? Mungkin kisahmu lebih heroik.”

Well, tidak juga.” Jongin mengangkat bahu. “Bahkan sama menyedihkannya.”

Kekehan pelan dari Kris. “Kau pendongengnya. Aku tak mengerti,” ocehnya, tersenyum simpul ketika meniru kata-kata lelaki itu sebelumnya.

Alih-alih mendelikkan tatapan mata tajam ke arah Kris, lelaki itu justru menerawang. Jongin tak lagi duduk acuh sembari menyenderkan punggungnya, melainkan mencondongkan tubuhnya ke depan, dengan kedua siku menekan permukaan meja. “Kasarannya, semua ini tak jauh berbeda ketika pertama kali wabah itu merebak.”

Kris mengerutkan dahinya kala itu.

“Ketika ia menemukan cincinnya di dasar cangkir, semuanya baik-baik saja.” Jongin melanjutkan, tersenyum kecil saat memanggil ingatannya. “Ketika ia hendak menjawab, mayat itu jatuh di atas meja kami—mungkin didorong dari bagian atas gedung atau bagaimana, aku tak mengerti. Yang jelas, ia menyerang salah satu dari kami yang paling dekat, dan yah, aku menyaksikannya sendiri bagaimana kesadaran menghilang dari matanya.”

“…”

Jongin terkekeh. “Masa lalu,” katanya pendek. “Dan sekarang aku memang butuh tidur. Besok pagi sekali kita sudah harus meninggalkan tempat ini.”

Perjalanan lima jam pertama masih berhasil mereka lalui dengan sebuah sedan butut mungil, berbahan bakar seperempat tangki, dan tanpa pendingin ruangan—oh, jangan lupakan tempat duduk penumpang di belakang yang hanya sebesar kandang ayam, membuat Yixing dan Sehun mengeluh keras-keras tentang bagaimana kemungkinan kaki mereka patah karena ditekuk dengan terlalu anarkis.

Luhan menyetir dengan kecepatan lumayan tinggi, menghindari daerah-daerah gelap yang ditumbuhi pohon-pohon lebat di kanan dan sisi jalan. Mengambil rute jalan bebas hambatan akan menambah waktu dua jam dari perkiraan mereka, dan keadaan tangki bahan bakar kala itu benar-benar tak membantu sama sekali. Lelaki itu bahkan hampir menabrak seekor anjing liar saat salah mengenali sebuah bayangan pohon yang bergerak-gerak.

“Wow, Dude, kali berikutnya kau mungkin akan menabrak gajah liar jika melihat badut.” Yixing terkekeh di tempatnya.

“Diam kau.” Luhan bergumam. “Siapa yang memeluk Sehun erat-erat ketika kau melihatku memakai handuk di kepalaku untuk mengeringkan rambut?”

Wajah Yixing mengerut, dan di sebelahnya, Sehun membelalakkan mata tak percaya.

“Kau memelukku ketika aku tertidur? Oh, itu namanya pelecehan, Dude.

“Heh, kartu matimu ada di tanganku.” Untuk pertama kalinya sejak mesin mobil dinyalakan, Jongin akhirnya buka mulut dan menyuarakan sesuatu yang tak berhubungan dengan tujuan mereka hari itu—Kris bahkan mengangkat alisnya ingin tahu.

Sehun menyipit. “Kuingatkan lagi, Jongin, lebih baik kau mempermalukan dirimu sendiri dengan boneka kelincimu saat kecil dulu daripada membeberkannya.”

“Kalian ingat wanita cantik ketika pesta Halloween di kampus?” Jongin terkekeh, melempar pandangannya ke luar jendela mobil.

“Kim Jongin….”

“Itulah yang kaudapatkan ketika kalah taruhan.” Sehun mengerucutkan bibirnya, sementara sahabat-sahabatnya saling melempar lelucon lain—bahkan Kris membiarkan sudut-sudut bibirnya terangkat kali ini, alih-alih diam di kursi depan, dan memerhatikan jalan. “Sayang aku lupa mengabadikan momennya.”

Sehun mendengus. “Aku tahu akal busukmu jika kau berhasil mendapatkannya. Dasar tukang tipu.”

“Oh, tentu saja. Akan menjadi halaman terdepan dalam buletin kampus.” Jongin tergelak, menyambut uluran tangan Luhan dari kursi pengemudi dan melakukan high-five singkat, sementara Yixing yang masih tertawa keras sibuk menepuk-nepuk bahu Sehun di sebelahnya.

Setidaknya perjalanan panjang di sebuah jalan sempit yang benar-benar hanya muat diisi oleh dua mobil, serta pohon-pohon rindang yang berjejer di sepanjang jalan berhasil mereka lalui dengan cepat. Spooky Road—Sehun menyebutnya demikian karena ia sama sekali belum pernah melewati jalan ini—berakhir ketika mobil sedan butut itu mulai berjalan tersendat, meracuni setiap orang di dalam dengan asap abu-abu yang tiba-tiba menyembul berbarengan dari dasbor.

Luhan menghentikan mobil itu dengan sebuah injakan rem singkat dan terlalu tiba-tiba, menjadi orang kedua yang keluar dari mobil setelah Kris lebih dulu memaksa keluar dan membanting pintunya. Kelimanya berdiri dengan kedua tangan yang bertumpu di siku masing-masing, dan semuanya terbatuk hebat. Beruntung Yixing sempat memenuhi tas ranselnya dengan air mineral dan beberapa buah keripik kentang bungkusan dan makanan ringan lain yang dikempiskan agar tidak membutuhkan terlalu banyak tempat.

“Aku tak tahu mobil yang kehabisan bahan bakar bisa berlaku seperti habis diinjak hulk begini.” Yixing mengoceh sembari terus memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, yah, lelaki itu batuk seperti baru saja tersedak sepiring pai anggur—sepiring.

Ia membagikan air mineral kepada semua orang, masing-masing mendapat satu dan mereka berlomba menghabisinya. Dalam tiga puluh detik ke depan yang tersisa hanyalah kumpulan botol kosong di kaki masing-masing.

Well, sepertinya kita harus melanjutkan dengan berjalan kaki.” Luhan mengangkat bahu, baru kembali setelah membanting pintu sedan butut itu cukup keras. Ia memosisikan ranselnya, menarik ke atas ritsleting sweter biru tuanya.

Berkacak pinggang dan memandang jauh, Sehun menghela napas. “Yah, dari keadaan jalannya sih mungkin akan ada satu, atau dua rumah yang ditinggalkan,” tuturnya, penuh harap.

“Kau bilang kau belum pernah melewati tempat ini.” Yixing menyipit.

“Kan aku hanya berpendapat.” Sehun membalas, balas mendelik.

Menepuk bahu Luhan, Jongin mengangguk. “Baiklah, semuanya kemasi barang dari mobil, dan jangan lupakan persediaan makanan. Kita tak ingin terseok-seok di jalanan mencari oasis,” katanya, membuka bagasi mobil yang langsung menyemburkan asap kelabu. “Masing-masing bawa pertahanan. Hal pertama yang harus kita lindungi adalah diri kita sendiri. Hei, Dok, kau bisa menembak?”

Kris mengangkat wajahnya. “Selama targetnya tidak berlarian dan tidak melakukan gerakan capoeira sih tidak masalah,” jawabnya jujur, menangkap lemparan sebuah handgun dari Luhan dengan sigap.

“Oke. Dia lolos ujian pertama.” Luhan menggumam, menjentikkan jarinya.

Dimulai dengan Jongin yang berjaga paling depan, arak-arakan itu berangkat, tetap mengikuti jalur mereka di tengah-tengah dan menghindari tempat rerimbunan bahkan di area bayang-bayang pohon rindang bergoyang. Matahari serasa membakar tengkuk mereka selama total dua jam, membuat Yixing harus bekerja keras memenuhi permintaan semuanya—meminta minum, handuk kecil, bahkan Sehun bertanya apakah Yixing sempat memasukkan sebatang, dua batang es krim.

“Kaupikir aku Doraemon?”

Luhan tergelak sembari mengusap keringat di dahinya. “Kadang kalian berdua terlihat mirip.”

“Sinting.”

Adalah empat jam perjalanan tanpa henti hingga akhirnya kepakan burung gereja menyahut dari udara. Jongin menghentikan langkahnya, tepat di sebuah penanda kayu kusam dengan tulisan Hardwrick Hill yang dicoreng dengan kapur.

“Kurasa kita menemukan tempat istirahat untuk semalam.” Jongin menggumam.

“Bagus, karena kakiku rasanya mau patah.” Kris menyahut dari akhir barisan.

Cahaya terakhir baru saja menghilang ketika Luhan mendelikkan wajahnya waspada ke arah rerimbunan yang terhalang dari cahaya bulan yang menggantung. Sehun yang berjalan tepat di belakangnya, bersiul pelan, memanggil Jongin untuk kembali. Lelaki itu berdiri di depan Luhan, mengangkat senapan anginnya dan berada dalam posisi sigap.

Mulanya adalah suara halus daun kering yang menyatu rata dengan tanah, memberikan sekelejat perasaan bergidik yang biasanya kaualami ketika berada di tengah-tengah film horor. Angin berembus meniup bulu kudukmu ketika siapapun—atau apapun—yang membuat suara itu tak kunjung menampakkan diri, memberi tanda lain, atau bahkan Yixing akan melonjak girang apabila mereka datang sembari mengejutkanmu dari belakang. Namun tentu, permainan petak umpet ini akan diakhiri dengan sesuatu yang tak biasa.

Geraman halus yang mirip dengkuran harimau tidur akan memecah kesunyian malam. Detik pertama hanya sebuah suara yang akan kau dengar, namun pada detik kelima, suara lain akan membaur, menutupi satu sama lain, dan saling mengharmonisasi seperti yang biasa kaudengar ketika menonton sekelompok paduan suara menyanyikan lagu kebangsaanmu. Dan, sebagai kejutan di akhir pertunjukan, tepat di bawah sinar bulan, pandangan mata kosong itu akan keluar dari persembunyiannya, berjalan terseok ke arahmu, dan bersiap mencengkrammu dengan tangan-tangan dingin mereka.

“Berapa jumlahnya?” Sehun bertanya.

Jongin melepaskan tembakannya sebagai pembuka, menumbangkan satu yang berjalan paling depan dengan lubang di tengah dahinya. “Sekelompok, tak mungkin mencapai puluhan. Ini daerah terpencil,” jawabnya. “Giring ke daerah yang terkena sinar. Kita mati jika berperang dalam gelap.”

Yixing yang kala itu berada di barisan belakang mengangguk bisu, menarik ujung kemeja Kris agar lelaki itu tidak kehilangan arah. Pernah sekali waktu Yixing terlalu berkonsentrasi untuk menemukan sebuah tempat aman, hanya untuk menyadari bahwa Kris berjalan mundur tanpa arah dan berpisah dari kelompok. Iya. Dia dokter, dan keahliannya adalah memegang pisau bedah dan bermain-main dengan isi perut manusia bukannya dengan handgun dan mayat hidup.

Menyalakan sesuatu agar earphone-nya berfungsi, Sehun berada di barisan depan bersama Jongin, membiarkan Luhan bekerja bersama Yixing untuk tetap berjalan mundur. Satu-persatu kepala bergulingan di atas aspal gelap, mengurangi jumlah penguntit mereka malam itu.

Speak of the devil!

“Beberapa meter ke belakang!” Luhan menambahkan.

Jongin mengintip lewat bahunya. “Periksa, dan bawa Kris ke dalam. Aku dan Sehun akan mencoba menahan mayat-mayat ini!”

Masih menarik ujung kemeja Kris, Yixing meninggalkan tempatnya, berlari kecil menyebrangi rerumputan di tepi jalan menuju ke sebuah rumah bertingkat dua yang kentara ditinggalkan. Lampu depan kekuningannya masih menyala, dan tanaman rambat di pagar kayu rendah yang hanya setinggi lututnya tumbuh kian menggila. Yixing hanya perlu berdoa ia tak salah mengenali ular sebagai bagian dari tanaman itu saja. Langit gelap.

Menembak jatuh dua, tiga mayat yang berjalan dari arah belakang rumah serta dengan dikejar teriakan-teriakan Sehun agar mereka bergegas, Yixing mengantungi senjatanya, berlari ke arah pintu depan—tak lupa mendorong Kris ke arah Luhan agar lelaki itu mengawasinya.

“Mana kuncinya?!” Yixing berteriak.

Membuang pistolnya yang kini kehabisan peluru ke sembarang arah, Luhan mengembalikan Kris kepada Yixing lagi. “Mana kutahu? Tanya nenekmu!”

“Lu, aku tidak bercanda.”

“Aku tidak tertawa, Zhang Yixing.”

“Lu, kita bisa mati!”

“Heh, aku bukan yoyo! Berhenti mendorong!”

“Ini bukan rumahku, Zhang Yixing, aku tak punya kuncinya!”

Dahi Kris berkedut. Sampai bulan depan juga cekcok ini tak akan selesai jika mereka hanya meributkan kunci ini, kunci itu, nenek ini, dan nenek itu. Maka, melepaskan tubuhnya dari cekalan Yixing—atau Luhan, ia lupa, selama semenit terakhir kedua orang itu sibuk mendorong-dorongnya seperti mainan anak-anak—Kris menendang pintunya keras-keras, memperlihatkan kepada mereka bertiga ruang depan sebuah rumah.

“Makan kuncinya.” Kris menggumam sembari memasuki rumah itu dengan handgun di tangannya.

“Namanya juga panik.”

“Dasar penggerutu.” Yixing menambahkan.

Sehun muncul kemudian, disusul Jongin yang terengah. Jalanan malam itu penuh dengan tubuh berserakan, menunggu para predator malam menikmati pesta dadakan—hah iya tentu, jika mereka kini ada di tengah hutan, namun sayangnya tubuh-tubuh itu akan terus di sana dengan darah mereka yang menghitam sampai besok pagi.

Jongin membanting pintunya, membiarkan setiap orang menahan area itu dengan benda-benda berat—kursi, meja, dan Kris cukup pintar dengan mendorong sebuah lemari pendingin tiga pintu dari dapur hingga ke depan sini.

“Apanya yang tidak mencapai puluhan,” oceh Sehun sambil terduduk di sofa yang mulai berdebu. “Itu sih sepadan dengan sekompi tentara.”

“Setidaknya kan tidak sejumlah penonton piala dunia.” Jongin mengangkat bahu. “Sudahlah. Kita teruskan besok pagi.”

“Ah, ya dan sepertinya aku baru saja menemukan sebuah mobil di garasi, bertangki penuh, dan tidak mengharuskan kita menekuk kaki kelewat anarkis.” Yixing tersenyum lebar, kembali membagikan botol-botol air mineral pada keempat rekannya yang sibuk berlomba menghirup oksigen.

Kelimanya tidak tidur tenang malam itu.

Dimulai dengan Sehun yang terus berlari ke kamar mandi, membuat posisi tidur yang tak ada bedanya dari sekumpulan ikan pindang tengah dikeringkan di bawah matahari itu menggeliat tiap lima menit sekali. Yixing selalu kesulitan tidur di tempat yang tak familiar, Luhan tiba-tiba saja terserang flu, Kris… oh, kaki Yixing sejak tadi terus terlempar ke arahnya, dan bahkan Jongin yang biasanya tidur seperti orang mati kini lebih memilih untuk duduk menyilangkan kaki dan menatap kegelapan.

Luhan menyusul kemudian, dengan satu boks tisu yang ia dapatkan di lemari penyimpanan. Jongin melempar jaketnya, menyuruh lelaki itu menyelubungi dirinya dengan penghangat tambahan. Aturan lama, kau akan terserang penyakit lebih cepat ketika daya tahan tubuhmu berada pada titik terendah.

“Aku memiliki pertanyaan yang belum sempat kutanyakan, Dokter.” Sehun membuka pembicaraan ketika selama sepuluh menit kelimanya hening dalam pikiran masing-masing namun tak juga merasa mengantuk.

Kris mengangkat wajahnya, menunggu pertanyaan yang bersangkutan.

“Virus ini… darimana asalnya?” tanya lelaki itu. “Dan penyebarannya… bagaimana mayat-mayat itu tahu bahwa kita belum terinfeksi? Maksudku… jika otak mereka berhenti bekerja, bisa saja, kan mereka saling menyerang satu sama lain?”

“Asalnya… itu juga masih akan kucari tahu.” Kris menjelaskan, menjadi satu-satunya objek dalam ruangan itu yang dijadikan tontonan. “Namun satu hal yang selalu kujadikan kemungkinan, adalah tingkat kebersihan. Kalian tahu banyak negara-negara di luar sana yang mengalami tingkat kemiskinan tinggi, kekurangan air bersih, dan makanan bergizi. Hal itu yang menurunkan daya tahan tubuh mereka, dan dalam keadaan demikian virus jenis apapun akan mudah menjangkiti.

“Aku juga bicara tentang air atau makanan yang mereka konsumsi. Mungkin terkontaminasi bahan berbahaya, atau sejenisnya. Pengeboran minyak besar-besaran, pembuangan sampah dan kotoran ke laut, semua campuran itu bukan tidak mungkin akan menjadi suatu zat berbahaya, bukan?” Seluruh kepala di ruangan itu mengangguk. “Satu orang terinfeksi, dan ia akan menularkannya kepada yang lain.”

“Dan itu virusnya? Yang saling mereka bagi?”

Kris mengangguk. “Meskipun dapat bereproduksi, virus tak bisa dianggap sebagai makhluk hidup. Mereka hanya membutuhkan inang—inang yang sehat untuk dapat hidup. Ketika kau terinfeksi, otomatis kau tak akan sehat lagi, yah kasarannya begitu, maka untuk dapat terus memperbanyak keturunan, mereka membutuhkan tempat sehat untuk berparasit. Dari sanalah alasan mengapa mayat-mayat itu tidak saling serang, karena mereka tahu, mereka tidak lagi memungkinkan untuk dijadikan tempat berkembang biak,” jelasnya panjang lebar. “Ini masih penjelasan kasar. Aku masih harus memprosesnya.”

“Haruskah kepada manusia?” Luhan bertanya dari balik tisu.

Yeah, aku tak pernah melihat mereka menyerang hewan.” Yixing menambahkan.

“Bagus, Yixing, dan aku tak bisa membayangkan ada gajah atau jerapah yang berjalan-jalan seperti mayat hidup dan siap menyerang kita.” Jongin mencibir, sementara Yixing hanya tertawa tanpa dosa.

Untuk pertanyaan ini, lelaki itu mengangkat bahunya. “Entahlah, yang penting mereka membutuhkan inang sehat. Dan tahap reproduksi itu berlangsung cukup singkat. Ketika kau tergigit, virus akan berpindah, lalu mereka akan melakukan proses reproduksi sel. Tahap injeksi, hingga tahap litik berlangsung tak lebih dari dua menit,” ujarnya. “Ketika virusnya masuk dalam pembuluh darahmu, matilah sudah.”

“Untunglah mereka tidak bisa berlari.” Sehun menghela napas.

Di sebelahnya, Yixing mengangguk menyetujui. “Yeah. Aku tak bisa bayangkan jika mereka mampu berlari sprint, atau bahkan lompat jauh.”

“Sekalian saja kau ajak mereka bermain basket.”

Dan Yixing hanya memeletkan lidahnya ke arah Luhan yang baru saja mematahkan leluconnya malam itu. Jarum jam di arloji milik Kris bergeser ke angka tiga, namun ruangan itu masih penuh dengan obrolan, gelakan tawa, dan tanpa aura mengantuk dimanapun. Dan bermula dari permintaan Kris yang hanya ingin cepat-cepat meninggalkan kota itu, ketika jarum jam bergulir ke angka lima, kini mereka tengah bersiap di belakang pintu garasi.

Sehun berkali-kali mengecek bagasi mereka—walaupun hanya berisi dua ransel di sana, namun isinya benar-benar harta karun. Setidaknya Yixing berhasil menemukan selemari makanan ringan, serta makanan instan yang hanya perlu dihangatkan di oven. Rasa lapar selalu datang tanpa diundang, dan makanan-makanan itu sepertinya cukup membantu.

Melepaskan tembakan ke arah tombol pembuka pintu garasi di sudut ruangan, Luhan memacu mobilnya dengan kecepatan agak tinggi, melewati sekelompok mayat-mayat hidup lain yang mulai berdatangan.

“Aku tak tahu indera perasa mereka akan setajam itu menemukan kita.”

Kris tersenyum simpul. “Virus juga ingin hidup. Mereka akan bekerja keras, tentu saja,” jelasnya.

Luhan tak menemukan jalanan sepi dengan pohon rimbun berjejeran lagi, untungnya, kali ini hanyalah jalanan dengan aspal retak di tengah-tengah kota dengan blok-blok rumit, melewati perumahan-perumahan kecil, dan kawasan industri. Jongin yang memberikan instruksi untuk keluar satu-persatu ketika Luhan memarkirkan mobilnya di tengah-tengah lapangan yang lapang, dengan matahari yang membakar tengkuk, dan tanpa angin sama sekali.

“Kelihatannya sepi.” Sehun berkomentar.

Yixing mendecih. “Kau berharap ada parade?”

Kelimanya kini berdiri bersisian di depan lobi, berkali-kali menoleh ke belakang kalau-kalau ada kejutan lagi dari para penghuni laboratorium. Sehun bahkan menajamkan indera pendengarannya kali ini. Kadang geraman tertahan itu adalah penanda pertama bahwa mereka tengah diincar.

“Aku dan Sehun akan coba mencari ruang keamanannya. Kecuali mayat tak berotak itu bisa mengoperasikan komputer, aku yakin kamera pengawasnya masih menyala. Dan dimanapun ada ruang keamanan, di sana pasti akan ada telepon.” Jongin menjelaskan. “Kau dan Yixing temani Kris. Aturannya sama.”

“Bagaimana kita tahu di ruangan yang hendak kita datangi tidak ada mayatnya?”

“Jongin, kita tak punya walkie-talkie.

“Oh, ya, maafkan. Kepalanya tak bisa berpikir jernih saat ini.” Sehun menepuk bahu sahabatnya yang terlihat kesal pada dirinya sendiri. “Sebaiknya kita tetap bersama-sama, Jongin. Berpencar seperti tadi terlalu berisiko.”

“Ya, tentu saja.” Jongin mengamini. “Jangan lupakan bagian belakang.”

“Blok A.”

“Terlalu berbahaya, Kris.” Jongin menggeleng. “Pergilah ke lantai tujuh. Di sana bersih.”

“Tapi semua yang kubutuhkan ada blok itu, Jongin.”

Lawan bicara Kris mengerutkan dahinya. “Tidak adakah blok lain?”

“Blok ini ada di lantai tiga, ruangan utamanya seluruhnya dipenuhi kaca bening, dan… bahan kimia di mana-mana. Rencana kita harus matang jika tak ingin gagal.” Sehun merangkumkan semuanya dalam satu tarikan napas. “Bagaimana teleponnya, Lu?”

Luhan muncul dari balik bilik yang memisahkan ruang pengamat dengan ruang utama penjaga gedung bersama Yixing dengan catatan kecil di tangannya. “Mereka akan datang dalam waktu setengah jam, menunggu di tepi atap teratas selama sepuluh menit. Ada atau tidaknya kita, mereka akan bertolak,” jelasnya, sementara Yixing sibuk mengguratkan sesuatu di atas kertas putih itu. “Jika ingin keluar, sebaiknya kita bergegas sekarang.”

Sama seperti hari-hari sebelumnnya, di mana Jongin menyuruh setiap orang untuk bersikap waspada dan melindungi satu sama lain. Ia menempatkan Sehun di arak-arakan paling depan, disusul Luhan, Yixing, lalu dirinya dan Kris. Geraman-geraman tertahan belum tertangkap oleh indera pendengar mereka saat ini, namun kondisi blok yang menjadi tujuan mereka akan penuh dengan lusinan mayat hidup berjalan.

Senjata tersimpan rapi dalam saku dan ransel, sebagai gantinya, Jongin dan Sehun mematahkan kaki-kaki kursi kayu di ruang pengaman tadi dan meruncingkan ujungnya. Tak perlu ada huru-hara sebelum Kris berhasil mendapatkan yang ia butuhkan, dan setidaknya mereka tak perlu menarik perhatian mayat-mayat lain yang ada di dalam gedung.

“Apa yang kaupikirkan tentang mereka?” Sehun bertanya sembari memandangi pembatas koridor dengan ruangan blok A tempat kelimanya kini berada. Kaca lebar membentang dari ujung ke ujung, memberikan mereka pemandangan jelas keadaan koridor kala itu.

Luhan yang berada di dekatnya mengangkat bahu. “Entahlah. Terlihat sedikit lebih… agresif?” tuturnya mencoba menjawab, ketika salah satu dari lusinan mayat hidup itu mulai mengadu kepalanya dengan kaca.

Kris berdiri di belakang sebuah meja besi, mensterlkan permukaannya dengan menuangkan setengah botol alkohol dan menyapukannya selebar yang ia bisa. Berkotak-kotak wadah berisi cairan kimia yang dinamai di masing-masing tabung reaksi berada di hadapannya, dengan Yixing yang mengawasi di dekatnya.

“Aku akan banyak bicara jika gugup.” Kris mengoceh, memeriksa satu-persatu tabung.

Yixing terkekeh. “Tenanglah kau bisa mengajakku bicara,” katanya, menyiapkan sebuah handgun di saku kirinya dan mengeratkan pegangannya pada kayu panjang yang dibuatkan Jongin.

“Aku tak tahu mengapa waktu itu bergabung dengan kalian tanpa berpikir dua kali. Pikiranku kala itu hanyalah berkisar tentang keluar dari kota ini, menjalankan serangkaian percobaan, dan membuat penawarnya. Kalian terlihat seperti anak ingusan di mataku…” Lelaki jangkung itu berkata panjang lebar tanpa mengangkat wajahnya. “Hanya kebetulan kalian ada di mobil tak jauh dari gedung pertemuan itu ketika semuanya terjadi. Aku lari ke jalan, dan kulihat Sehun berlari menuju mobil. Yeah, kalian terlihat keren dengan senjata-senjata itu, memang.”

“Kau tahu Jongin sangat terpukul soal kekasihnya.” Yixing menjelaskan, mengintip lewat bahunya mengawasi Jongin yang saat itu berdiri bersama Sehun dan Luhan. “Ketika pertama kali kota ini diserang, ia ada di jalanan. Lalu ia datang ke asrama, menceritakan semuanya kepada kami ketika seluruh asrama gempar dan kami memutuskan untuk mencari perlindungan.

“Lalu tiga hari kemudian berita di radio mengabarkan bahwa sekelompok dokter spesialis datang ke kota ini untuk menjalani serangkaian eksperimen—aku ingat mendengar namamu disebutkan, namun kami tak pernah melihat wajahmu. Kami memutuskan untuk menunggu di dekat gedung pertemuan ketika kami sadar berbondong-bondong orang berlarian dari sana.” Yixing menghela napasnya. “Kau berlari ke arah yang benar waktu itu, Dokter.”

“Bagaimana kalian mengamankan kondisi kota dalam waktu tiga hari? Maksudku… ketika aku sampai di bandara semuanya seperti baik-baik saja.” Kris mengernyit, memasukkan beberapa tabung yang telah disumbat ke dalam kotak terpisah. “Aku hampir berpikir pantas saja kami dikirim kemari. Keadaannya benar-benar baik.”

“Keamanan bekerja keras menyapu bersih kota. Semua yang telah terinfeksi dikurung dalam suatu gedung penampungan di pinggiran kota. Tiga hari itu semuanya berdarah, Dokter. Bunyi tembakan di mana-mana, darah kehitaman memenuhi jalan. Walikota memerintahkan kepada keluarga-keluarga yang masih bersih untuk berlindung di rumah,” jelas Yixing. “Kami menyaksikannya dari mobil. Lalu kau datang, dan pengumuman di radio banyak berdatangan, lalu yah begitulah.”

Kris tersenyum simpul. “Lalu gedung pertemuan gempar dan semuanya menjadi tak terkendali,” tuturnya, melengkapi cerita Yixing.

“Ya. Kasarannya begitu.”

Kris baru saja selesai memasukkan kotaknya ke dalam ransel dan terdengar suara ritsleting yang ditarik ketika debuman agak keras terdengar dari arah pintu. Yixing menarik ujung kemeja Kris—seperti biasa, seperti yang sudah diduga oleh yang bersangkutan, jadi Kris hanya perlu berpegangan pada sesuatu dan menjaga agar ranselnya tidak jatuh membentur lantai.

“Apa kubilang. Mereka yang di sini lebih agresif.” Luhan berlari di sebelah Sehun, memberi jalan kepada Yixing dan Kris untuk mendahuluinya.

Kaca retak di satu sisi di mana mayat-mayat itu mencoba untuk menembus. Geraman-geraman tertahan mulai bermunculan, sedetik setelah terdengar suara pecahan hebat yang disusul oleh tembakan pertama yang dilepas oleh Jongin.

Pernyataan Luhan terbukti di depan mata mereka berlima, bahwa penghuni di laboratorium ini sedikit lebih agresif. Berjalan di antara pecahan kaca yang berserakan, suara rendah yang mampu hadir kembali dalam mimpi burukmu memenuhi ruangan, seolah menghantui indera pendengaranmu, dan menguntitmu dalam setiap langkah yang kauambil. Sehun menendang pintu samping kuat-kuat, menggiring mereka berlima menuju tangga yang akan membawa arak-arakan kecil itu menuju atap, sementara Jongin berada di barisan terakhir menembaki mayat-mayat yang berlari kecil menyongsong calon makan siang mereka.

Menapak pada anak tangga pertama, si anggota termuda mendorong Kris hingga lelaki itu terlepas dari cekalan Yixing. “Bawa ranselnya, pastikan semuanya terlindung. Lari ke atas bersama Yixing. Menurut prediksi Luhan, helikopter itu akan datang lima menit lagi. Naik secepatnya, dan jika dalam waktu sepuluh menit kami belum ada, bilang pada pilot untuk tetap bertolak.”

“Ya, dan meninggalkan otak kalian untuk dijadikan makan siang?” Kris mengernyit.

“Kau bilang kau ingin melakukan eksperimen untuk penawarnya, kan? Maka lakukanlah!” Sehun hampir berteriak, sekali-sekali menoleh ke belakang untuk mengawasi Luhan dan Jongin. “Pergi dengannya,” ujarnya pada Yixing sebelum akhirnya berbalik menjauhi mereka.

Koridor berangsur sesak dengan cepat, mayat-mayat itu berdatangan dari segala arah dengan gerakan yang lebih gesit dari kelompok-kelompok yang selama dua minggu ini mereka hadapi. Cairan kehitaman mewarnai langit-langit mulut mereka, pandangan kosong yang sekaligus menghadirkan aura bengis dan lapar akan daging segar, serta geraman tertahan yang kali ini terdengar begitu hidup. Satu hal yang mereka jadikan kesimpulan, bahwa virusnya sudah berkembang terlalu cepat dan mereka butuh inang sehat untuk terus tumbuh.

Ketiganya berlari menuju tangga darurat, dan ketika Jongin memutuskan untuk memperlambat mereka dengan menahan pintu, penanda lain terdengar dari arah tangga bawah. Sehun harus menarik Jongin agar lelaki itu menyadarinya, dan berlari menaiki tangga.

“Ini tidak main-main.” Luhan terengah di tengah-tengah tangga, berdiri di bawah angka empat dari plastik. “Mereka berdatangan dari setiap lantai.”

We’re stuck.

No, we’re not.” Jongin mematahkan kalimat Sehun, menyiapkan senapan anginnya di depan dada. “Ingat mereka tidak bisa berlari. Dan untuk menaiki tangga? Kita perlu mendorong satu dari mereka, dan mereka akan jatuh bergulingan seperti domino,” ujarnya.

Sehun mendesah. “Mereka terlalu banyak, Jongin!”

“Dan karena mereka banyak kau ingin tinggal di sini?!” Lelaki itu balas berteriak. “Ayo. Kita ingin hidup dan menghentikan semuanya, kan?”

Hening sejenak, hingga pintu yang tadi dikunci Jongin berhasil didobrak. Luhan menarik Sehun untuk segera berlari menaiki tangga, menuju ke lantai delapan—semoga Luhan tidak salah membaca bahwa gedung laboratorium ini terdiri dari tujuh lantai, dan atap pada lantai kedelapan. Lantai lima masih sepi, namun tidak pada lantai enam. Sekumpulan mayat itu baru saja melewati pintu dan dengan indera perasa yang kuat pastilah aroma daging segar itu menguar kemana-mana.

Jongin menembaki setiap kepala yang mampu dijangkaunya, membuat ruangan yang tak terlalu luas itu penuh dengan cairan kehitaman yang lama-kelamaan mengganti warna asli lantai yang keabuan. Ia baru akan mengarahkan moncong senjatanya ke arah lain ketika teriakan Luhan sampai ke telinganya.

Dengan pandangan yang hampir dipenuhi kunang-kunang, di tengah aroma anyir busuk menari-nari di sekitar hidung, Luhan berjongkok di sebelah Sehun yang berdiri lunglai. Kesadaran hampir menghilang dari matanya, dan Jongin tak perlu dua kali mengenali pandangan kesakitan yang mewarnai sahabatnya beberapa menit sebelum tubuhnya mulai mendingin dan tatapan matanya kosong.

“Jongin….” Ia mendengar Luhan tertatih sembari menembaki semampu yang ia bisa, dan pada waktu yang sama mencoba mengembalikan kembali kesadaran itu pada Sehun. “He’s down….

No, he’s not.” Lelaki itu menembak kepala terakhir, mencoba mengatur napasnya, dan menendang kenyataan bahwa sekompi mayat lagi kini berjalan ke arah mereka. “Lantai tujuh bersih, seperti yang tadi sempat kulihat lewat kamera pengamat. Bawa Sehun ke atas. Kris pasti setidaknya sudah menemukan sesuatu untuk memperlambat proses replikasinya.”

Luhan menarik sahabatnya berdiri, melingkarkan tangan kanan Sehun di sekitar lehernya. “Ayo, Jongin.”

“Seseorang harus memastikan kalian berdua tidak diikuti.”

“Jangan gila!”

Jongin tersenyum simpul. “Aku tidak gila. Aku hanya ingin memastikan ia selamat,” katanya ringan. “Sana cepat pergi.”

“Hanya kalian berdua, Sir?

Kris menggeleng, memasukkan ranselnya ke dalam helikopter. “Kami berlima, sebenarnya. Serangan tiba-tiba. Yang di sini lebih agresif daripada di wilayah lain, mungkin karena pengaruh zat kimia atau entahlah…”

“Kita akan bertolak dalam lima menit, Sir. Hadir atau tidaknya rekan Anda, kita harus tetap berangkat.”

Lelaki jangkung itu mengangguk walaupun tak senang. Sepasang matanya masih mengawasi Yixing yang berjaga di dekat pintu atap. Keduanya mencapai helikopter dengan selamat, namun itupun dengan meninggalkan ketiga rekan mereka di bawah sana. Tak ada bedanya, hah, rasanya seperti kau berhasil mencapai puncak Alaska tapi tidak membawa kamera, atau persediaan makan bersamamu. Kau sampai di atas, tapi tidak memiliki apapun untuk mengabadikan momenmu, atau menghangatkan tubuhnya. Seperti mengaduk segelas sirup di dasar laut.

Kris melompat masuk ke dalam helikopter, mengaduk-aduk isi tas ranselnya sementara pilot dan co-pilot di depan melakukan panggilan, melaporkan dari tempat mereka kini berada ke markas pusat. Ia menarik keluar tiga buah jarum suntik, mengisi salah satunya dengan cairan kimia dalam botol, dan kembali melapisi ujung jarumnya dengan pelindung—kalau-kalau ia membutuhkannya, namun Kris akan dengan senang hati bersujud lega apabila sisa rekannya sampai di atap dalam kondisi sehat. Tapi toh, takdir ingin mempermainkannya sekali lagi ketika ia melonjak mendengar suara Yixing yang berteriak di dekat pintu atap.

“Sisa dua menit sebelum bertolak, Sir.”

“Makan dua menitmu!” Kris mengomel sambil melesak keluar.

Sepasang matanya melebar begitu sosok tinggi Sehun yang biasanya akan berjalan tegap di sebelah Jongin kini terkulai dalam papahan Luhan, dengan kepala menunduk, dan langkah terseret yang sudah dikenalnya dengan baik. Kris mengernyit, namun ia mendatangi mereka, membantu Luhan menarik Sehun ke dalam helikopter.

“Kau harus memperlambat proses replikasinya, Kris.” Luhan menuntut, membaringkan Sehun di lantai helikopter dibantu oleh Yixing.

Kris mengangguk. “Semoga ini dapat membantunya,” katanya, mencoba menenangkan.

Luhan masih gemetaran di tempatnya, berkali-kali menggulirkan pandangannya ke arah pintu atap yang masih terbuka lebar, sementara Yixing berjalan kecil kembali ke posisinya semula, mengawasi dari sana dengan sebuah handgun di tangannya. Ketika ia pikir semuanya akan baik-baik saja, dan Jongin akan muncul sebentar lagi, nyatanya panggilan dari pilot tidak mendukung sama sekali.

“Kita harus berangkat sekarang, Sir.

Lelaki itu mengangkat wajahnya dengan gerakan tiba-tiba. “Tidak tanpa Jongin!” teriaknya.

“Tapi, Sir—

“Kubilang tidak tanpa Jongin!”

Teriakan Luhan mereda ketika beberapa meter dari helikopter, di mulut pintu, Yixing mulai menembak. Gemanya menguar ke mana-mana, dan ketika Yixing berjalan mundur sembari terus membidik, Jongin berlari kecil sembari terengah.

Kris menarik Luhan masuk ke dalam helikopter, mendorongnya ke samping untuk memberi ruang bagi Yixing yang kala itu melompat dengan tergesa. Helikopter mulai bertolak, namun Jongin masih berada di tengah atap. Teriakan Yixing menyadarkannya, dan dengan senapan angin yang kini tanpa peluru, sekompi mayat berjalan yang berlomba untuk menyembul dari pintu, Jongin mempercepat langkah lebarnya menyongsong tangan kanan Yixing yang terulur padanya.

Lelaki itu bergelantungan di sana selama beberapa saat, sementara di belakangnya mayat-mayat itu berjatuhan dari tepi atap yang tak berpengaman. Hah. Memang apa yang mereka miliki untuk mengajar makan siang yang kabur menggunakan helikopter? Pesawat jet?

Ketika Jongin berhasil menarik tubuhnya, Kris baru saja menghela napasnya kuat-kuat.

“Bagaimana keadaannya?”

Sang Dokter tersenyum simpul. “Dia baik-baik saja. Reaksi virusnya melambat, dan kita tetap harus membawanya ke rumah sakit untuk disuntikkan cairan imun agar daya tahan tubuhnya kuat,” jelasnya. “Jadi… apa yang akan kalian lakukan setelah ini?”

Di sebelah Luhan yang masih mencoba mengatur napasnya, Yixing menyipit. “Kenapa kau tiba-tiba mengubah topik pembicaraannya?”

Kris tersenyum tanpa menjawab.

“Uhm… sehari penuh maraton film zombie?” Luhan tergelak, akhirnya.

NO!

*  *  *

excuse the poster. HAHAHA. ini pertama kali bikin cerita zombie-zombiean haha, ditambah nulisnya masih kaku gara-gara udah lama ngga nulis juga, karakterisasi mungkin rada ngeyel kesana-sini haha, maklum udah ga terlalu ngikutin kucrut-kucrut ini semoga mereka baik-baik saja xD liburan kerjaannya nontonin film di harddisk dan jadilah ini (makasih world war z, warm bodies, dan tentu aja the walking dead hahaha.) ini aneh dan masih kaku. will write something with zombies in it later, but somehow aku puas aja bacainnya xD akhirnya bisa nulis sepanjang ini lagi phew. oke ini kayanya udah kepanjangan ya maafkeun x))

thank you for reading fellas! 

52 thoughts on “Dead Men Dancing

    1. lah ini saking banyaknya yang mau aku komentarin sampe bingung mau mulai dari mana, kyaaa~

      aku mau buat pengakuan dulu deh, sebenernya aku udah mengantisipasi ini dari lamaa banget. aku inget fika mau nulis zombie!au udah dari lama banget kaan, tapi aku paham kok kalo fika sibuk hihihi. terus beberapa waktu sebelum dipost fika update di twitter, sampe aku bela belain ga tidur dulu dong biar bisa langsung baca hahahaha. dan hasilnya, gosh nggak mengecewakan! hahaha.

      oke, here’s the real deal. pertama aku nggak kebayang ini settingnya di korea. ofc ini dataran amerika sana, based on film film zombie yg aku tonton. aku benci zombie, tbh. zombie itu spesies paling nggak jelas dan menyebalkan dan bikin panik, tapi ini fika garapnya kece bangeeet. mana ini lima sekawan favorit kita kan, kyaaak ini tuh otp semua fik. kebetulan otp kita sama, HAHAHA bahagia sekali akunyaa.

      dan baru di scene satu aja yixing sama yifan sudah berantem ajaaa. emang bener sih ya kata aufa, yixing luhan itu life ruin-er nya yifan hahaha. aku suka karakter mereka, jelas. aku udah sering bilang ini berkali kali deh. plus sarkasme dan dark humornya yang fika banget. nggak akan bisa disaingin deh pokoknya hihihii.

      dan kyaaaa~ interaksi kris kai dong, llah kaya yang pernah kita bahas lah ya. kris sama kai paling yg enggak deket, tapi di sini. adududuh, mereka dibuat punya ‘private time’ sendiri. yg aku suka gimana fika masih ngegambarin kesan canggung di dua duanya gitu. kaya masih saling ngebatasin diri. itu aku sukaaa banget fufufu.

      terus yg bagian kunci itu emang favorit sih ya hahahaha. dua duanya tuh sama sama nggak bener, yakali yixing duluan yg mulai tanya mana kuncinyaa. dan luhan yg malah nanggepin juga. bener emang cocok yifan jadi penengah, kalo nggak ada dia udah abis mereka digigit zombie hahaha.

      aduh ini sebenernya banyak banget yg mau aku quote fic tapi nanti berakhir copas keseluruhan cerita lah kan malah pusing nanti fika hahahaha. intinya aku suka. banget.

      keep writing ya fikaaa, aku tungguin pokoknya golden trionya hihii. semangaaat. <3

      Like

      1. ahahaha iya kak, waktu dulu itu kan gara-gara ngebet muter playlist lama kan, keputer lah lagunya the cranberries yang zombie (oke, walaupun sebenernya isi lagunya bukan nyeritain tentang zombie sih haha.) terus ditambah waktu itu abis ngopi series the walking dead kan, pas banget lah. tapi apa daya, nulis juga ga ada waktu hahaha.

        haha. iya kakput. aku juga malah kebayang-bayangnya latar kotanya yang di walking dead haha. ga kebayang sih kalo kota-kota korea jadi kota mati gitu gimana jadinya xD iya emang, zombie itu paling geje masuk spesies apa sebenernya mereka hih xD

        life ruin-er yifan seumur hidup. sudahlah. memang yixing sama luhan diciptakan buat posisi itu mungkin hahaha.
        jongin-yifan. iyap banget, haha. aku waktu itu sempet ngga ngeh kan, tapi pas coba googling taunya beneran. mereka jarang banget berdiri samping-sampingan hahaha. kunci! xD namanya udah yixing+luhan yasudahlah hahaha.

        makasi banyak kakput! ka putri semangat jugaaa hihihi ;)

        Like

  1. Kya… Berdebar baca ff kakak.
    Ketika Jongin berhasil menarik tubuhnya, Kris
    baru saja menghela napasnya kuat-kuat.
    Sama abang Kris, aku juga baru bernapas lega di situ.

    Kak, aku kirain Jongin bakal ditinggal trus aduh gak mau bayangin. Mungkin kalau itu sampai terjadi, aku bakalan menangis subuh-subuh di dalam kamar.

    Trus trus itu kak, karakter semuanya aku suka. Yixing bikin aku ngakak, anak itu kadang kayak anak kecil. Sehun, Luhan, Kris juga suka apalagi abang Jongin adeuh… Gentle banget. Sabar abang, gak usah pikirin kekasihmu, masih ada aku #plak.

    Kak, ff kakak keren banget. Walau bukan genre romance, dan sebenarnya terkadang aku malas baca ff yg genre gini. Tapi karya kakak keren banget. Terus berkarya ya kak.

    Like

    1. engga dong. kan dateng lima, keluarnya juga harus lima lah hehehehe. jangan nangis subuh-subuh ah, pamali x))
      jieeeeh. tuh bang jongin dengerin gausah sedih-sedih ditinggal patjar hahaha.

      makasi banyak Indah, hehe. ehm. kalo ff romance kayanya ga bakal bertebaran di sini deh (authornya payah kalo romance. paling mentok palingan ff fluff hahaha.)
      anw makasi banyak yaa udah baca, hihi ;)

      Like

  2. KEBAYANG BANGET JONGIN TUH DI SINI SAMA SEHUN RAMBUTNYA YANG BLONDE ITU PAS BANGET TRUS KARAKTER JONGIN SAMA SEHUN KEBAYANG tapi tetep karakter golden trio kamu ga tenggelam fikaaaa. Love it!

    Like

  3. kak fikaaaaaaaaaaaaaaaaa ini bagus sekali.

    aku udah baca ini dua kali, satu kemaren pagi jam satu pas (lagi-lagi) aku insom, terus ini aku reread. dan after taste nya masih sama menggelegarnya kyaaah ini bagus sekali, serius.

    dimulai dari adegan awalnya yang si jong in nembak zombie terakhir terus settingnya gimana penjelasan awal beralih ke berantemnya kris sama yixing itu…. itu aja udah bagus bangeeet. terus karakterisasinya khas banget lah. badass!golden trio ft. sekai. ya ampun ya ampun, mereka itu emang cocok banget dijadiin yang badass-badass hahahaha xD

    apa ya, apa… aku sampe bingung bahas scene favorit. masalahnya scene favoritku itu semua yang ada di atas sana, kalo aku qoute satu-satu sama aja copas cerita kakak ke commentbox nanti. panjang banget nanti kakak mesti baca ulang ceritanya dong xD tapi beneran aku sampe bingung.

    dan khas kak fika banget ya sama sarkasmenya yang tersebar dimana-mana. masih bisa menyelipkan dark humor segala macem. aduhhhhhhhhhhh kak fika tulisannya jenius bangetlah keren keren.

    huhu, terakhir maaf ya kak aku lagi ga bisa comment panjang-panjang. dari kemaren nih bahkan nulis comment aja kayaknya aku wb /slapped/ pokoknya kak fika semangat terus yaa! keep writing! /hugs/

    Like

    1. aaakkk evin jangan keseringan tidur maleeem. duh. (padahal sendirinya juga baru bisa tidur dua jam sebelom sahur hahaha.)

      badass-badass hihihihi. kapan-kapan bikin mereka jadi anak baik-baik ah coba (nantang diri sendiri haha.) nggapapa evin, nyantai ajaaa. huhu ini aku yang bingung juga bales komen kamu darimana, huhu. tapi serius makasih yaa udah baca sama komeeen.
      kamu juga keep writing dan semangat terus yaaa. (hugs you baaaack.) ;)

      Like

  4. omegat apa ini?? sumpah ini KEREEEEEEN!><
    ditengah ketegangan cerita tapi masih bisa ketawa2 sama tingkah konyol mereka, apa lagi yixing konyol abis tu orang
    “Aku tak tahu mobil yang kehabisan bahan bakar bisa berlaku seperti habis diinjak hulk begini.” wkwkwk omongan macam apa ini yixing?? dan lagi pas ngeributin kunci sama luhan -sambil dorong2an kris- padahal pintunya bisa didobrak dengan gampangnya, lucu banget sumpah! ga bisa bayangin gimana muka cengonya luhan sama yixing pas kejadian itu wkwkwk
    dan makasih banget karena ka fika bikin mereka tetep berlima dan ga ada yang dikorbanin, haha aku ngerasa menang banget gara2 itu XD
    sekali lagi ini kereeeeen :D

    Like

    1. namanya juga yixing. jadi tolong maklumi hahahaha xD
      aku kasian disitu sama kris, dia didorong-dorong begitu. pft. namanya juga panik kan tapi xixixi.
      makasi juga udah komen dan baca yaaaa hihi :D

      Like

  5. Kak fika salam kenal!!! *maaf kagak nyante* wkwkwk

    aduh no word sebenarnya ini. eh ada tp gak tau mau mulai dari mana. HUAAAA INI FF KOK KAYAK GINI? NAIK TURUN NAPAS AKU BACANYA. UDAH MAU GILA DULUAN PAS TAU JONGIN ADA DI PALING BELAKANG. Thank kak gak buat mati jongin T.T udah males aja gitu kalau baca ff genre ginian pasti ada yg mati #dor.

    dan itu apaan coba masih sempat sempatnya ributin kunci. oh god, golden trionya Aaaaaaaa dimnapun dan dalam kondisi apapun tetap gokil, tetap bikin ngakak. Suka kak suka dan kris jadi dokter itu pfftt maaf aku ngakak aja gitu. *peluk abang kris*

    dan berhubung aku cuma ingat– ikutin walking dead dan cuma itu sih cerita zombie yg wow banget menurut aku. yang rasional dan fokus ke jalan cerita(????) jdi aku cuma mau bilang WAH INI BAGUS BANGET!! PENGGANBARAN DAERAH SEKITARNYA ITU SANGAT TWD SEKALI. DAN AAAAAAAAAA JONGINNIE SANGAT DEWASA SEKALI, JIWA PEMIMPIN!!!! SEHUNNIE JUGA!! KALIAN MAGNAE YANG BISA MIMPIN TRIO GILA INI. DAN AKU NGAKAK BANGETLAH PAS LUHAN FLU JD SEDIKIT SENSI SAMA BECANDAANYA YIZING!!! KAK INI FFNYA KOMPLIT BANGET. SEKALI MIRIS YA MIRIS SEKALI LUCU KAGA BISA BERHENTI SENYUM, SEKALI TEGANG YA AKUNYA GAK BISA BERHENTI BERDOA UNTUK KEMUNGKINAN ADA YG TEWAS DISINI.

    kak maaf itu capslocknya ke injak gajah. dan karna aku bisa teleport ke sini karna galau gak dapat lanjutan once bitten di wp sebelah akun gutang comen di part 1nya hehehe mian susah sih komen via hp. semangat nulisnya kak!!!!

    Like

    1. halooo salam kenal, peachvil! (or, should i call you with another name? hihihi.) welcome here~
      aaaa tadinya malah mau korbanin semua, tapi sekali-sekali bikin yang happy ending lah hihihihi. yifan jadi dokter emang agak susah sih bayanginnya x’)

      maknae hebat, memang bisa mimpin golden trio hahahaha xD
      iya nggapapa, hihihi.
      makasi banyak yaaaa. maaf aku bales komen pendek bgt gini padahal komenmu panjang banget, but makasi banyaaaaak. ;)

      Like

  6. kereeen~
    ceritanya sekilas kayak film yg pernah aku tonton, tapi virusnya tuh disebar sama penganut paham apaa gitu wkwk..
    disini zombienya lebih kalem, yg di film tuh udah kyk singa kelaparan zombienya, agresif bgt..

    petualangan mereka seru bgt, bikin tegang tengah malam/? wkwk
    nice story author-nim! :D

    Like

    1. ide virus zombienya juga thanks to world war z, hahahaha. samaaa. di world war z juga masa zombienya bisa manjat tembok yang tinggi banget coba hih :\
      makasi yaa nony, hehehe :D

      Like

  7. Yixing sama Luhan gabisa ya gausah saling sindir ngegemesin gitu, bikin yang baca jadi lemah tak berdaya karena terpesona gini hahha. aku selalu suka tulisan Fika :D itu Kris kenapa jadi lemah macam begitu, kaya Jongin dong Tegar *apasih ini* Tapi tetep ya, walau bagaimanapun Kris ga bisa ninggalin Jongin, datang berlima ya selamat berlima dong ya #Prinsip :D thanks FIka XD

    Like

    1. haha yixing ama luhan kalo udah satu scene susah diem memang, biarkan saja mereka hahahaha xD
      aaakkk aku yang makasih, areta, hihi. makasi uda baca yaaa :D

      Like

  8. apa ini kak apa ini? kyaaaaa~ beberapa hari ini aku lagi nggak muter-muter wp gegara ada foto sehun ganteng abis gak nahan di teel jadi aku mantengin teel mulu sejak itu dan hari ini aku memutuskan datang kesini dan ada post baru dan ceritanya golden trio ditambah sekai kesayangan aku oh aduhai HATI INI KAK HATI INI.

    di paragraf awal aku rada nggak “ngeh” sama ceritanya. semacam “kak fika apa ya ini kok absurd gini.” lalu seakan ada magnet di ending cerita aku nerusin baca. kok aku nemu ada kata kris dokter, sehun juga banyak muncul, terus kok perang2, yaudah dengan niat yang mantap aki baca ini. SAMA SEKALI TIDAK MENGECEWAKAN TBH. AKU NGEBAYANGIN MEREKA BERLIMA CUMA MAKE CELANA ITEM REMPOL TRUS SAMA KAUS OBLONG GITU BAWA RANSEL PAKE SEPATU PANTOVEL MAKE TOPI ITEM KYAAAAAAA~ /remes bantal guling/

    fav scene pas di mobil butut, sehun-yixing di belakang terus mereka becandaan awawaw berasa mereka anak kuliahan yang lagi mau liburan /yaelah padahal mau basmi zombie/. aku bayangin zombinya kok malah kayak di game plant vs zombie itu, ada yg bawa panci ada yg bawa tongkat ada juga yg diskoan lalala hahahah /abaikan/

    jantungku berasa habis disko disuruh marathon pas di paragraf akhir. pas perjuangan akhir mereka, huaaaa aku udah firasat disini sehun bakal kena virusnya, dan emang iya sehun kena. oke rasanya ini sakitnya di paru paru (?) untung bangeeet nggak mati Ya Allah. untung bangetnya lagi dia nggak ikutan jadi zombi terus ngelawan golden trio sama jongin. kalo seandainya ceritanya gitu mah, omaigat aku nangis kali ya.

    kak fika sukses banget bikin aku kayak nonton film pendek tentang zombie, makasih kak makasih banget /hug/ udh ya kak aku rasa ini udah kepanjangan deh, keep writing ya kak fika, ditunggu golden trio ditambah sekai yg lain ^ ^

    Like

    1. firstly, iya sehun emang lagi ada di tahapan ganteng parah kali ya akhir-akhir ini, sampe ga berani buka teel pas lagi puasa bawaannya pengen misuh terus liat sehun. HAHAHA. duh anak itu. gangerti lagi lah makan apaan dia ckck.

      muhahaha. iya sengaja awal-awalnya digituin. hanya pembaca yang kuat iman yang bakal lanjutin sampe akhir hihi (peluk anin.) ih. IH. iya tauuu. bayangan kamu pas! hahaha.
      aku ga bisa bayangin tapi kalo zombienya bawa bawa panci gitu nin haha. diskoan, oh yang kaya mj gitu joget-joget ngeluarin temen-temennya bukan sih? hahahaha. duh malah ngomongin game ini mah xD

      makasih udah baca dan komen anin hihihi. ditunggu aja, semoga idenya banyak yang nempel. duh mereka berlima otp kesayangan hahahaha :D

      Like

  9. Sumpah ffnya keren banget 1000000 jempol buat authornya (pinjem jempolnya para zombie) golden trio emang bener2 wow banget apalagi ditambah sekai jadinya double wow, ditunggu ya cerita golden trionya

    Like

  10. Hai kak fikaaa~~
    Pertama aku minta maaf banget kak huhuhu. Dulu pas jaman sehun masih jadi embrio aku kan udah pernah ngerusuh di page introductionnya kakak yah. Udah ngerusuh, gak balik-balik lagi. Maaf banget ya kak, aku yang tak tahu diri ini baru menampakkan diri sekarang. Abisnya waktu itu masih sibuk sama persiapan kuliah bla bla bla, terus malah kejablasan lupa. Duh aku jadi ngerasa gaenak sama kakak T_T

    Aku nemu ini sebenernya gara” jaring laba”nya kak put hehe. Ini judulnya menarik dan kebetulan banget castnya favorit (EXO semua favorit sih, tbh hahaha). Jadi aku klik dan yaampun yaampun yaampun sampe seribu kali. Ini keren banget kaaak. Pertama kalinya aku baca ff zombie zombian gini dan demi apapun ini gak mengecewakan!! Serius ini bagus ketje keren aaaakkk aku suka sekali pokoknya XD

    Buat aku, sebenernya dibutuhkan konsentrasi tinggi baca ini. Dalam hal sastra atau apalah itu namanya, aku bukan tipe yang gampang mencerna kalimat berdiksi tingkat tinggi. Aku belum mengikuti tulisan kakak, tapi dari sini aku ngeliat kalo cara penulisan kakak itu yang kaya udah nyampe level tinggi gitu. Keren banget. Jujur kak, di paragraf” awal aku rada kemana mana sebenernya (ini yang salah aku kak huhuhu. Kebiasaan nulis dan baca macem tulisan anak TK. Disodorin fiksi jenius gini emang jadi kagok bacanya) tapi aku tahan, abisnya ceritanya nagih, serius. Beda dari yg pernah aku baca. Dan nyampe tengah akhirnya aku mulai menikmati dan kebawa suasananya. Feelnya yaampun kerasa banget kak. Aftermath nya kaya abis nonton film masa. Terlampau kece. Duh makasih ya kak udah bikin ff ini…
    Semuanya favorit. Dari mulai karakter mereka, plot, semua pokoknya. Pas bagian kak yixing yang suka ketawa bego itu kok aku seneng aja bayanginnya. Lucu.

    Oh yeah, aku baru pertama komen udah segini berisiknya. Malah bikin acara sendiri. Maaf ya kak
    Kak fika semangat terus ya nulisnya :))
    Keep writing and fighting!! <3

    Like

    1. (astaghfirullah aku ngakak di bagian sehun masih embrio, ih ada-ada aja sih kamu mah kalimatnya xD.) hehe nggapapa rahma, nyantai ajaa~ aku tau persiapan kuliah itu ribetnya kaya apa hihi, dan itu bikin kepikiran terus, apa ya yg kurang. (inget jaman dulu. hehe.)

      aaaa~ makasih banyak kalo ternyata ngga mengecewakan huhu, waktu itu sempet pundung mau post soalnya kok kayaknya sisi zombie-nya kurang disorot :'(
      hiks maaf yaa kalo bikin bingung huhuhu. ya ampun rahma, tulisan aku mah belom sampe situ kok. kamu kalo peratiin kata-kata yang aku pake juga cuman itu-itu ajaga ada aneh-aneh semacam kiasan atau gimana huhu.

      aaa aku makasih juga rahma udah baca. yixing memang gitu lah dari sananyaaa hahaha xD gapapaaa, yaampun ini malah aku yang bingung bales komen kamu dari mana, tapi serius makasih yaa. semoga rahma ga kapok visit kesini lagi x’)
      keep writing juga rahmaa hihi <3

      Like

    1. Begitu tahu ada kata-kata kepala ngegelinding, langsung nebak ini pasti zombie!au. Apalagi part di terakhir yang diatas atap itu kan mirip sama world war z. (Meski Jongin nggak kecepretan darah. Tapi kegigit)

      Biasanya sih thriller kayak begini aku udah tahu mana yang selamat mana yang enggak. Tapi kakak bikin semuanya selamat. Asik. Nggak ada mati-matian lol

      Lima sekawan ini pas banget buat main film action thriller gini. Mana keselip cerita cintanya jongin sama kris lagi! Kapan-kapan bikin lagi kak!

      Like

  11. kak fika kak fikaaaaa ~
    akhirnya ngerampungin fic ini, akhirnya
    udah pengen baca dari lama dan ada aja halangan duh =,=
    maafkeun kak, hyaaa

    as predicted kak, as awesome as always >.,<

    Like

  12. kak fika kak fikaaaaa ~
    akhirnya ngerampungin fic ini, akhirnya
    udah pengen baca dari lama dan ada aja halangan duh =,=
    maafkeun kak, hyaaa

    as predicted kak, as awesome as always
    aih jadi inget pas waktu itu nonton wolrd war z di kelas, bawaannya jejeritan mulu pas zombienya keluar, apalagi pas si tokoh utama (aku lupa namanya) nyuntik virus ke tubuhnya, eh, biar nggak digigit soalnya zombie emang demen sama manusia sehat, ngrepotin aja =,=

    awgr jongeeen, pasti nyesek banget masaalah
    pacar sendiri, hampir jadian, bayangin lah tiba” keganggu, kalo keganggu sama yang lain sih mending, nah loh ini
    serem bener
    dan itu kenapa luhan sama lay sempet”nya aja tengkar masalah gituan, dasar anak” /eaaa/ ._.

    untung aja sehunnya selamet, ga bayangin bakal jadi apa si albino kurus kering itu -___-

    ahahahaha iya kaka, sekarang rasanya emang lagi marak film zombie,
    yg paling aneh film zombie mah warm bodies itu sih menurutku, ya ampun zombienya jadi manusia lagi gara” jatuh cinta, wkwkwk
    tuh kan jadi ngelantur -.-

    ah habis kalo baca ff kakak rasanya nggak ada celahnya deh, ampuun, tiap baca mesti mikir, ah iya, ah iya bener banget, gitu
    wkwkwkwk

    keep writing kak fikaaa
    maap klo komennya rusuh yaaa wihihi

    Like

    1. world war z! aaakkk itu brad pitt kyaaa (kalo di film namanya gery, atau gary, gatau lupa, something with ‘ry’ belakangnya sih hahahaha.) beda spesies yah. di world war z zombienya bisa lari, untung di sini gabisa xD spesies zombienya hampir sama kaya walking dead kayaknya hahaha.

      luhan-lay emang ga pernah bisa serius lah. yaampun! albino kurus! HAHAHAHA. hooh warm bodies tuh. aku mah nonton itu cuman gara-gara pengen liat si nicholas hoult ama teresa palmernya doang hahaha. xD sama soundtracknya juga bagus, xD
      gapapa fhaaaay hihi. makasih banyak yaaa <3

      Like

  13. Yaampun yaampun, ku ga bisa komen apapun kalo bca ff kya gini, terlalu bnyak yng mau di ungkapin, dan bingun mulai dr mana. Kalo jadi sider, sayang ga ninggalin jejak. Huhu poko’a inti’a ini keren, aduuh

    Like

  14. Hi Fika (sok kenal), aku dapet blog kmu karna berkunjung ke blog Putri. Sejak baca-baca FF Putri dan temen2nya jdi suka sama 5 orang ini, padahal ga terlalu ngikutin EXO. Apalagi yg biasa kalian sebut golden trio, waah suka banget sama karakternya.

    Cerita soal zombie-zombie ini ngingetin waktu lgi musim film zombie-zombian. Imajinasiku ke mana-mana ne. Part paling suka tuh yangLuhan-Yixing ribut soal kunci itu bikin ketawa setelah tegang dri awal cerita.

    Aku gak terlalu mengerti soal penilisan cerita, yg aku tahu aku menikmati sekali baca cerita kamu. Nice story, aku baca yang lain yah.

    Like

  15. Hi Fika (som kenal), aku sampai ke blog kamu karena berkunjung ke blog Putri. Sejak baca-baca FF buatan Putri dan yg direkomendasikannya jadi suka sama 5 orang di atas. Apalagi yg biasa kalian sebut gilden trio, waah suka bangat sama karakter dan interaksi mereka.

    Baca cerita zombie gini jdi inget waktu lg musin film zombie-zombian, imajinasiku ke mana-mana. Paling suka sama part Luhan-Yixing yang ribut soal kunci itu bikin ketawa setelah tegang dr awal cerita. Sempet khawatir juga kalo ga semuanya bakal selamat kan biasanya kalo di film-film yg selamat palingan cuma 1 atau 2 orang.

    Aku nggak terlalu ngerti soal penulisan cerita, yg aku tahu aku sangat menikmati baca cerita kamu. Nice story, aku baca-baca yg lain yah ^_^

    Like

  16. Hi Fika (sok kenal), aku sampai ke blog kamu karena berkunjung ke blog Putri. Sejak baca-baca FF buatan Putri dan yg direkomendasikannya jadi suka sama 5 orang di atas. Apalagi yg biasa kalian sebut gilden trio, waah suka bangat sama karakter dan interaksi mereka.

    Baca cerita zombie gini jdi inget waktu lg musin film zombie-zombian, imajinasiku ke mana-mana. Paling suka sama part Luhan-Yixing yang ribut soal kunci itu bikin ketawa setelah tegang dr awal cerita. Sempet khawatir juga kalo ga semuanya bakal selamat kan biasanya kalo di film-film yg selamat palingan cuma 1 atau 2 orang.

    Aku nggak terlalu ngerti soal penulisan cerita, yg aku tahu aku sangat menikmati baca cerita kamu. Nice story, aku baca-baca yg lain yah ^_^

    Like

    1. haloo Tami, hehe, salam kenaaal. golden triooo ft. sekai, sudahlah itu otp banget hehehehe. xD

      iya tadinya mau dibikin mati semua, apa ga salah satu selamat tapi dia tetep kekurung, apa ga satu atau dua jadi zombie terus saling nyerang haha, tapi kemaren-kemaren udah sering bikin sad-ending, jadi sekali-sekali happy ending dulu lah hehehe.

      siip silakaan. terima kasih yaaa :D

      Like

  17. tegang & merinding sendiri baca’a..
    tp lucu jg pas bagian yixing bilang makhluk2 itu ga nyerang hewan trs kai nempalin ga bisa bayangin gajah jerapah jd makhluk2 kayak gtu hahahaha XD

    keren bgt ff’aaaa :D

    Like

  18. speechless dah ngana bisa apaaahhh *terisak bengek*

    otakku ngoceh sepanjang baca tapi pas nyampe kolom komentar udah nguap semua
    cuma kesisa :
    daebak!!daebak!!daebak!!daebak!!daebak!!

    aku ga nyangka bakal tetep stay di sini sampe ceritanya selesai,
    secara itu scroll down sempat aku lirik ko tipis banget,
    anjir panjang nih, -anaknya bukan tipe penyuka long story-
    tapi demi sehun, hayuklah!!
    dan ternyata saya tetap bertahan~
    not bikos of pangsit sehun,
    tapi karena diksinya dewaaaaah!!!

    enjoy tanpa cela ini sampe titik terakhir
    I enjoy every words inside this story!!

    duh mana uda dugun” ngebayangin kai muncul bawa senapan tapi uda jadi zombie
    hamdalah, semuanya selamat yha
    uhuhu
    meski mas sehun keselek dikit
    mas bertahanlah, author-nim yang baik hati tak akan menewaskanmu..
    hahay~

    anyway ngebaca ini jadi keingetan komik black butler
    atau film the walking dead
    but you’re numero unooo author~
    sensasinya ngga ngalahin 2 barang itu ‘-‘)b

    Like

  19. beneran bikin tegang bgt ini ff,,kebayang golden trio ma duo sekai kejebak d kota yg terkontaminasi virus zombie.ini dia main kejar2an yg g biasa,kejar2an sm mayat hidup.

    and fortunately ,the ending not dissapointed,,^^they all saved without anyone will be the next victim

    Like

  20. kak aku antara ngakak dan ngeri sendiri bacanya tapi lebih banyak ngakak sih gegara kris apalagi pas “Makan kuncinya” “Makan dua menitmu” itu bikin guling guling HAHAHA. untung sering nonton resident evil jadi ngga terlalu cengo baca ginian. kakak juga sering nonton resident evil kah? hehe

    Like

  21. berarti kemungkinan Indonesia kena virus itu besar banget dong ya.

    world war z? oh, filmnya beda dong; aku nontonnya yang war of the worlds di tv, meski cuma yang setengah akhir. hiks. (jadi pengen nonton /sorongin flash disk/)

    tak kira di sini Yixing jadi dokternya–biasa, kan dia yang punya emblem unicorn. tapi ternyata Kris. yah, nggak apa-apa cocok juga, sekali-kali nggak dia melulu yang selalu pegang handgun (percaya deh, kalo berobat ke Kris pasti langsung sembuh) (atau kalo nggak makin sekarat) (malah jadi OOT)

    “Ajak saja mereka main basket sekalian.”

    oh, tak kira balesannya Luhan “Mungkin akan ada olimpiade zombie tahun depan.”

    dan lebih baik ia menyulam sambil melakukan gerakan rol depan, innalillah. bayanginnya susah.

    bacanya udah kayak nonton film, kak. amazing banget ini! (terutama karena 3 otp-ku masuk kesini semua) (kenapa 3, karena aku juga nge-ship sekaihan meski nggak sekeras sekai maupun golden trio sih hakhak) kapan sih kakak mau bikin novel action-suspense gitu. kan nanti aku bisa pamer sama temen bahwa aku kenal sama penulisnya

    p.s: boleh tanya arti “speak of the devil?”, soalnya udah 2 kali aku nemu istilah itu. aku payah kalau udah melibatkan diri dengan idiom bahasa inggris, maklumin ya kak ><

    Like

  22. KAK FIKA Tau gak rasanya aku mau jerit2 baca ff ini. Asik banget bayangin anak EXO jadi pemburu zombie. Aku ngebayangin keadaan kota kaya I Am Legend tapi gaberhasil bayangin zombie yang riil, malah nyasar ke spongebob akunya :((

    Sebenernya aku agak menghindari film2 semacam zombie yang bikin jijik tapi ini fokusnya ke exo jadi asik banget apalagi diselipin konversasi mereka yang lucuk dan seru.

    Aaak pokoknya sukak banget dan sebenernya gak nyangka kakak nulis zombie-zombiean gini :D Dead Man Dancing itu maksudnya zombie toh

    Tapi itu kasian Jongin aku kira dia bakal matiii ngebayanginnya udah serem :(((( Sehun kamu pasti sembuh Naak

    Udah dulu kak maaf nyepam gini, hehe

    Like

  23. FIKAAAAA YALUHAN COCOK BANGET KALO HIKIN FF GINIAN HUHUHUHU

    ini ya aku bacanya serius kayak akuiat maze runner buku ke 2 dan dan dan iya siy warm bodies tuh ngehek bgt endingnya hahahahaha

    tapi emang zombie tuh ngeselin bgt. Bikin tegang mulu sama bgt kayak ff ini huweeeeeeee dan aku kangen golden trio layluhanyifan :”)

    Like

  24. INI KEREN SEKALI ASTAGA KAK!!

    Ini karakternya pada pas semuaa!! Kris jadi dokter, aku udh bayangin pasti dia keren bangettt. Apalagi jonginn, astaga dia heroik sekali yaa, dan dia bener2 jiwa pemimpin gitu aku ngerasanyaaa. Yixing polos-polos ngelawak jadi lucuu, apalagi yang pas dorong-dorongan sama luhan dan pintunya didobrak sama kris! Astaga itu epic banget lucunyaa! Kebayang muka mereka cengo-cengo gitu pas didobrak pintunya..

    Pas kai sehun luhan masih terjebak di gedung itu bener-bener deg-degan. Aduh aku seneng bener kai ga dimatiin disinii. Aku udh ngeri dia mati

    Aku suka banget! Aku berasa kayak nonton film pas baca ini ! Tulisan kakak keren-keren, gaya bahasanya apalagi!! Ditunggu karya lainnya, semangatt! ;)

    Like

Leave a comment