Jack

original image source: google.com
original image source: google.com

“And I can’t get over that. Baby, after loving Jack.”

Sekali lagi. Aku menyipitkan kedua mataku, mengingatkan diri untuk tetap menatap sinis pada figur pemuda jangkung yang tengah duduk dengan agungnya di seberang mejaku, membaca buku menu seakan aku adalah si waitress sedangkan dirinya adalah sang tuan muda yang patut dilayani.

Jika aku tidak ingat bahwa aku melakukan kencan buta ini demi Key, pemuda jangkung di depanku ini akan telah pulang dengan wajah merah dan menahan malu. Ha. Kurang baik apa aku padamu, Key?

Dan lagi, sederetan alasan bahwa teman kencan pilihannya kali ini adalah seorang yang gentle. Tsk. Katakan pemuda di depanku ini gentle saat Nicki Minaj menjabat sebagai presiden Amerika.

“Apakah kau hanya akan diam di sana tanpa memesan?” Suara berat itu menarikku kembali ke permukaan. Dan untuk sesaat, dunia sekitar yang semula kulupakan, kini mulai terasa jelas lagi.

Aku mendecih. “Kau berkata begitu seakan kau tidak memonopoli buku menunya, eh?

Pemuda itu menghela napas. Dengan satu gerakan, ia melipat buku menunya, menaruhnya terbalik di meja, dan menatapku lurus-lurus. “Apa susahnya meminta satu yang baru pada puluhan waiter di sekelilingmu, eh, Nona Jung?”

Ia  hanya menatapku datar sebelum mengangkat satu tangannya dan menjentikkan jarinya. Pelan, tapi suaranya terdengar nyaring di telingaku. Dan tentu saja, menyebalkan.

Spaghetti Bolognese with extra cheese, lemon tea.”

Setelah menyebutkan pesanannya, pemuda itu hanya menyenderkan punggungnya dengan santai ke kursi, melipat tangan di depan dada, tanpa ada embel-embel menanyaiku, atau setidaknya menyilakanku untuk memesan. Cih. Teman kencan macam apa?

Senorita, jika anda jadi memesa―”

Tenderloin steak medium rare with extra french-fries, orange juice. Akan lebih baik jika kau punya roti manis untuk makanan pembukaku.”

Si waitress mungkin sudah memelototi punggungku saat ini, terlihat dari caranya menuliskan pesanan di atas buku mungil di tangannya begitu aku menyuarakan pesanan tambahanku. Yang benar saja roti manis sebagai pembuka. Ha. Mungkin tingkat kesabaranku sudah ada di pangkal ubun-ubun sekarang.

“Kupikir, seorang wanita yang anggun adalah seorang wanita yang mampu mengatur porsi makannya. Apalagi ini makan malam.” Pemuda itu menyipitkan matanya padaku.

Aku menaikkan sebelah alisku. “Kenapa? Kau tidak membawa cukup uang untuk membayar makananku, eh, Tuan Wu?” Wajahnya terangkat lagi dan kali ini sepertinya rahangnya mengeras. “Please take notes. I can take care of myself.”

“Terserahlah.”

Bahkan sampai beberapa pelayan dengan wajah berbeda saling bergantian membawakan pesanan kami, pemuda jangkung itu masih belum ‘sadar’ bahwa saat ini akulah teman makan malamnya. Ia seolah tenggelam dalam dunianya sendiri, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran, tanpa berinisiatif mengajakku berbicara.

Key. Lihat pembalasanku besok di kantor.

Ting!

Sender: Stephanie Hwang

Jessie, bagaimana acara makan malammu dengan Kris Wu? Key bilang, ia tidak bisa menghubungimu sekarang, jadi ia sangat ingin menunggu kabar darimu. Telepon aku jika kau sudah sampai di apartemen, oke? Have a sweet dinner, darling!

Aku mengangkat sebelah alisku atas pesan singkat yang dikirimkan Tiffany padaku. Acara makan malam dengan Kris? Menurutku ini adalah acara lomba-menghitung-orang-yang-berkeliaran-di-sekitar-mejamu.

“Makanlah. Aku tidak mau menghabiskan seluruh waktuku yang berguna hanya untuk menungguimu makan.”

Aku mengerucutkan bibirku. “Kau bisa makan tanpa harus menggangguku, kan, Kris? Atau siapapun namamu aku tak peduli,” balasku, sembari menggenggam garpu dan pisau makan di masing-masing tanganku. “Eat and leave me alone.”

Suara nyaring dari benda logam yang membentur meja kayu menyambutku sedetik kemudian. Dengan ogah-ogahan, aku mengangkat wajahku hanya untuk berpandangan dengan sepasang mata Kris yang menatapku sengit.

“Dengar, ya, Nona Jung. Jika ini bukan karena permintaan temanku yang memohon-mohon untuk menemanimu makan malam, aku tidak akan pernah mengabulkannya. Seharusnya kau berterima kasih padanya yang sudah menghabiskan waktu setengah jam untuk menceritakan sekelumit kisah kehidupanmu yang menyedihkan…,”

Aku menyipitkan mataku, berusaha mati-matian hanya untuk tidak berdiri sekarang juga, berjalan ke arahnya, dan menampar mulutnya yang menyebalkan.

“…dan karena kau sendiri yang sudah menghancurkan acara makan malam ini…”

Kris menghentikan kalimatnya, melepas serbet yang semula tergantung di lehernya, dan mulai berbenah. Sosok tingginya menjulang di hadapanku begitu ia berdiri dan merapikan jas hitamnya.

“Selamat malam, Nona Jung,” suara beratnya menyapaku lagi sembari melarikan tangan kanannya ke saku belakang celana jins-nya. “And in case you don’t bring any cash.”

Aku memandang tidak terima begitu Kris meletakkan beberapa lembar dolar ke atas meja sebelum berbalik dan melengang pergi. Didorong oleh rasa kesal, kutarik tas tangan dari tempat dudukku, meraih beberapa lembar dolar lainnya sebisaku, dan melemparnya ke meja.

Angin malam Manhattan menyembur di depan wajahku begitu pintu restoran terbuka. Mantel yang kukenakan hanya mampu menghangatkan tubuh bagian atasku saja, mengingat pakaian yang melekat di tubuhku adalah dress terusan sepanjang lutut.

Sial. Semua laki-laki di Manhattan brengsek.

Portal bus untung saja terletak tidak jauh dari posisiku kini berdiri. Lebih baik menyeduh sup krim saja di apartemen daripada pergi makan di restoran lainnya. Lagipula selera makanku juga sudah hilang entah kemana.

Bus selanjutnya sudah berhenti tepat di hadapanku, begitu suara lain yang begitu kukenal menyapa di belakangku.

“Makan malam denganku, Jessie.”

Ia tidak berubah. Tidak sedikitpun.

Selalu bersedia memakan makanan apapun asalkan porsi itu sehat untuknya. Selalu menggigil di malam hari, tidak pernah mau makan seorang diri, mudah terserang flu, dan tidak bisa tidur cepat. Lingkaran hitam di sekitar matanya membuatnya terlihat menyedihkan saat ini.

Aku merapikan bungkus hamburgerku, melipatnya kecil-kecil sebelum melemparnya asal ke tempat sampah besi yang terletak tidak jauh dari kursi taman yang kami duduki. Ya, hanya berbekal sebuah hamburger dan kopi hangat. Itu sudah cukup.

“Apa-apaan kau muncul begini, hm? Bukankah hal ini akan membahayakanmu?”

Ia menghentikan acara makannya lalu menoleh kepadaku. “Apa yang tadi kubilang, Jess? Selesaikan makanmu lalu kita bicara. Aku tahu kau sangat-sangat lapar. Ditambah acara kencan butamu yang gagal,” ujarnya tersenyum, memamerkan deretan giginya.

Aku menghela napas sembari memutar bola mata. “Hamburgerku sudah habis bahkan sebelum kau mengambil gigitan pertamamu, Lee Donghae,” tekanku, sembari menarik tangan kirinya. “Dan sekarang, ce-ri-ta.”

Pemuda itu tergelak di tempatnya, secara terang-terangan mengulur waktunya untuk memberi penjelasan. Selalu begitu. Saat dulu kutanyai mengapa ia selalu mudah terkena flu juga, ia akan melakukan segala cara untuk membuatku lupa akan arah pembicaraan kami.

Dan sialnya, Donghae selalu berhasil.

Donghae menyesap kopinya, merapikan sisa makanan, dan mengantunginya di sisi kanan mantelnya. Angin malam berembus di sekitar kami dan ia terlihat menggigil. Ha. Taruhan. Besok pagi pasti suaranya akan sengau karena terserang flu.

“Mari katakan… kalau instingku yang berkata bahwa kau membutuhkanku?”

Aku tergelak. “Cheesy. Kau pasti bisa beralasan lebih bagus dari itu, Donghae,” cibirku, sembari merapatkan mantel.

“Hidup dengan penuh penyamaran itu menyakitkan, Jess,” ia memulai percakapan lagi. “Aku harus meninggalkan kehidupan lamaku, kebiasaanku, dan… kau…,”

“…”

“…kuharap, kau mau menunggu…?”

Aku menghela napas, mengangkat wajahku untuk menjawab pertanyaannya. Ia terlihat begitu serius. Hal yang sangat sulit kudapatkan sejak dulu, mengingat ekspresinya yang terlalu kekanak-kanakan setiap saat.

Hanya jawaban bisu yang kuberikan padanya, tapi aku tahu ia mengerti segalanya, karena setelahnya, ia tersenyum padaku sembari menyenderkan punggungnya ke bangku taman yang kami duduki. Ia menggigil lagi saat angin berembus, menerbangkan titik-titik ringan embun sedingin es.

Ia menarikku mendekat, melingkarkan tangannya di sekitarku. “Bertahan seperti ini untuk beberapa menit… bolehkah?” Suaranya terdengar lirih.

Aku tersenyum. “Menghabiskan separuh malam dengan seorang agen rahasia itu sangat langka, kau tahu. Omong-omong, jangan lupa habiskan makananmu.”

Donghae mengangguk. “Sir, yes, Sir.”

Walaupun langit malam Manhattan terlihat mendung, setidaknya hal itu tidak terlalu berpengaruh. Dan aku juga tahu, sedari tadi Tiffany mengirim beberapa pesan singkat untukku. Ha. Ia tidak harus mengetahui kejadian separuh malam ini, kan? Ah. Saatnya mengarang cerita.

Oh. Mengarang cerita bisa menunggu nanti, omong-omong.

Berada sedekat ini dengannya benar-benar kejadian di luar kepala. Kupikir, ia hanya akan terus bersembunyi di belakang bayangannya sendiri, tanpa berkeinginan untuk benar-benar menunjukkan dirinya.

Maka separuh malam ini kulewati dengan menghabiskan waktu duduk-duduk bersamanya sembari saling mengaitkan tangan―ya aku tahu, ini terdengar norak dan kekanak-kanakan―dan lagi, aku sibuk menebak-nebak sedari tadi. Apakah tangannya, atau tanganku yang terasa hangat saat ini.

Lee Donghae.

My Jack.

fin

So… how? I’ve been lost all my sense of writing. Hope that this one won’t disappoint you. Dan… jangan tanya smokescreen. Hah. Lagi bingung mikir kelanjutan cerita yang satu itu. Be patient, pretty please… ^_^

Ah, thanks for reading! XD

23 thoughts on “Jack

  1. Hola, still remember me? Wkwk
    Gak inget juga gak apa2, aku kan jarang muncul dan ngasih komen, haha #peace

    Sebenernya aku gak suka pairing sugen, tapi karena main castnya nyonya Jung, jadi aku baca, waks :p
    And Kris ;~;
    Idk, but I love his character, ;)
    Bisa kali Kris dijadiin orng ketiga dihubungan HaeSica, haahha
    Mian juga baru sempet komen :))v *senyum 5 jari*

    Like

    1. kyaaaa aku masih inget koook hehe… gapapa, gapapa.
      ahahaha, lagi kena virus sugen ini XD
      iya bisa emang, tampang kris tampang kriminal sih -_- #digampar fans kris
      thanks for comment yaaaa ^_^

      Like

    1. waa makasih udah baca dan komen yaa..
      hoo, selamat datang di trashy treasure kalo gitu, semoga ga kapok kalo kapan-kapan balik lagi ke sini..
      okeeee aku mampir ke blogmu kalo gitu yaaa :)

      Like

  2. sebenarnya aku enggak terlalu suka sugen gegara banyak yg bash ceweknya daripada si cowok
    tapi karena ceritanya bagus aku suka, simple tapi ngena banget berharap mr.right jessica bakalan kaya gitu
    kasian kris peranyah jahat melulu abis muka mendukung banget hahahaha

    Like

    1. nah! yep aku ga sukanya gitu emang kalo ada pairing antara bb dan gb, pasti deh ceweknya yang selalu dibash mati-matian /pukpuk/ tapi apa daya, aku udah terlalu cinta sama couple ini, haha. jadi jadi, kalo ada yang sehati mau baca haesica silakan ke blog aku aja /promosi/
      yep. itulah derita hidup seorang kris wu haha. makasi udah baca dan komennya yaa ^^/

      Like

  3. so short thor. aiisshhhh kris itu apa coba cowok dibilang gentle tp begitu bgt. ya ampunnnn. cieee donghaek muncul ciiieeeee. hahahahah. keren thor keren :D

    Like

  4. aihh krisseu -.-
    HaeSica emang Jjang! Oh jadi donghae itu agen rahasia? Makanya dia ga pernah muncul secara langsung gitu? Daebak!!

    Like

Leave a comment